Welcome to My Personal Space!



Self disclosure.

Di akhir semester lalu, saya menyadari bahwa banyak hal yang mampu diungkapkan seseorang bahkan yang kepribadiannya paling introvert sekalipun. Saya merasa semester kemarin adalah semester paling berkesan di bagian learning of self-disclosure-nya. Sebab, saya seakan-akan menjelma menjadi orang yang mudah mengajak bicara orang lain, menceritakan hal-hal yang agak personal dan juga lebih mudah menemukan cara untuk sekadar berbasa-basi. Ya, saya terkadang not in the mood buat berbasa-basi kecuali di saat yang dibutuhkan. Lalu, kini kemampuan untuk lebih terbuka pada orang lain semakin meningkat, alhamdulillaah.

Banyak hal yang mendorong saya untuk lebih meningkatkan self-disclosure, diantaranya adalah clique yang semakin lebar dan kesadaran perlunya mengungkapkan pikiran dan perasaan serta mendalami kemampuan sebagai seorang calon sarjana psikologi. Saya yakin kemampuan ini yang membuat manusia lebih tegar dari biasanya. Hahaha. Bayangkan saja kalau seseorang nggak punya self-disclosure? Dipendam dalam-dalam semua masalah dan emosi dalam dirinya. Selanjutnya bisa-bisa meledak dan game over

Ah iya, self-disclosure ini menurut saya juga berkaitan dengan adanya keberanian kita mengungkapkan ketidaksetujuan kita, maksudnya, bersikap asertif. Asertif, mengatakan apa adanya yang ada di benak kita meskipun itu bisa jadi tidak sama dengan pendapat orang lain. Kalau bisa asertif, dijamin masalah lebih mudah untuk diselesaikan karena apa-apa pasti diungkapkan di depan, nggak disembunyikan lalu jadi perkara di belakang. Jadi, kalau di Jawa ada istilah mbendol mburi, di self-disclosure ini, dikenalkan dengan istilah self-awareness. Jadi kita mesti paham seberapa jauh kita memahami diri kita sendiri dan orang lain sehingga kita mampu menerima diri kita apa adanya dan menunjukkan itu pada orang lain serta merasa bahwa itu baik-baik saja. Nggak ada yang salah dengan menjadi diri kita sendiri, menerima kekuatan dan kelemahan yang menjadi karakter kita dan membiarkan orang lain melihat hal itu. Kemudian, kita nggak perlu takut lagi untuk menunjukkan diri dan menjadi versi yang terbaik dari diri kita sendiri serta meraih mimpi.

Nah, ternyata meningkatkan self-disclosure itu mudah. Pertama, kita harus memahami karakter diri kita itu seperti apa, mulai dari menjawab pertanyaan, siapakah saya? Lalu berlanjut ke pertanyaan, apa yang saya pikirkan atau rasakan saat ini? Dapatkah saya mengungkapkannya pada orang terdekat saya? Siapa saja yang saya percaya untuk jadi teman curhatan? Apa yang membuat mood saya semakin baik? Apa hal yang tidak saya suka?

Sekarang, kita coba ungkapkan pada orang-orang terdekat kita dan belajar untuk lebih asertif mengungkapkan apa yang kita pikirkan atau rasakan dan berhentilah berekspektasi apa yang mereka pikirkan tentang diri kita. Yakinlah bahwa setuju dan tidak setuju adalah hal yang wajar ketika kita berinteraksi dengan manusia. Ketika pendapat kita disetujui kita boleh senang, tetapi ketika pendapat kita ditolak, kita tidak perlu merasa terpuruk dan menyalahkan diri sendiri. Sebab, banyak hal yang perlu dan layak kita hargai dari diri kita sendiri atas usaha yang kita lakukan. Anggap saja hal ini sebagai jalan untuk membuat kita lebih banyak belajar menjadi pribadi yang matang dan dewasa.

Have a blast day and barokallaahu fiikum :)

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Onomatopoeia: Ekspresif dalam Kosakata

2: Caraku Memandang Dunia Tak Lagi Sama

Dimulai dari Sampah di Depanmu