Posts

Showing posts from July, 2017

Find your One Thing

Kita hidup di dunia pasti ada sebabnya. Banyak orang yang bilang kalau kita ini tidaklah lahir ke dunia dalam keadaan hampa. Kosong. Polos. Sehingga sangat tergantung dengan hal di luar kita. Bukan seperti itu. Kita bukanlah sebuah kertas yang putih yang bisa jadi akan ditentukan oleh yang mewarnai kita dari luar. Justru, kitalah yang dapat mewarnai berbagai hal di sekitar dengan warna yang kita punya. Setiap orang memiliki modal yang berbeda-beda untuk menghadapi tantangan di kehidupan. Bekal yang membuat manusia siap untuk menyelesaikan berbagai persoalan rupanya memang sudah diberikan sejak ia lahir. Setiap insan yang terlahir ke dunia telah membawa misinya masing-masing. Misi tersebutlah yang akan menjawab pertanyaan "untuk apa aku ada?" Meskipun berada di lingkungan yang sama, dua orang (yang pasti berbeda) tidak akan memberikan warna yang sama persis. Tiap orang memberikan sentuhan yang berbeda kadarnya pada obyek apapun di tempatnya berada. Sebab, pada dasarnya se

Tantangan Kemandirian: 5 for 1 update

Menjalankan misi 5 for 1 ini cukup menggelisahkan awalnya karena banyak distraksi yang harus dihindari. Masalah ketergantungan yang tinggi terhadap gadget juga cukup memberikan andil pada berjalannya misi ini. Niat yang kuat dibutuhkan untuk membuat tantangan selama minimal 10 hari tetap berjalan lancar sesuai keinginan. Target minimalnya adalah mampu mengurangi kadar interaksi terhadap gawai dan menambah kualitas serta kuantitas proses pengerjaan hal-hal yang produktif. Tujuannya, tentu saja untuk membangun habituasi alias kebiasaan positif. Awal pelaksanaan misi, saya masih gagal fokus dan masih saja secara otomatis membuka gawai untuk melihat notifikasi. Saya jadi agak kaget mengingat misi yang sedang dijalannkan. Hal itu membuat saya maklum dengan beberapa 'kelepasan' yang terjadi. Selanjutnya, saya coba untuk menguninstall beberapa aplikasi yang memberatkan gawai dan badan saya agar tidak semakin betah duduk dan mengakses gawai. Alhamdulillah saya tidak punya banyak ak

Tantangan Kemandirian: 5 Minutes for 1 Hour

Dimulai dari menemukan tujuan awal untuk apa tantangan ini dilakukan.. Saya sendiri merasa sangat kurang mandiri dalam hal manajemen waktu dan penggunaan barang, terutama gawai. Ternyata tanpa sadar saya masuk ke dalam golongan orang-orang nomophobia . *lebay sih, tapi ternyata ada sedikit kecemasan saat tidak bisa menjangkau handphone ataupun mendengar notifikasi masuk. So I'm screwed now. Ewh . Nah, mulai pekan ini saya akan mencoba untuk menerapkan teknik 5 minutes for 1 hour untuk penggunaan HP. Kenapa nggak memakai teknik cut off sekalian? karena banyak yang perlu diurus di sana, mulai dari urusan keluarga, kuliah, marketing , meet up , dan lainnya terutama di aplikasi whatsapp dan e-mail. Lalu kenapa tidak sekalian 2 jam misalnya dalam sehari, kan sama aja tuh? Nah, karena judulnya tantangan kemandirian dalam hal manajemen waktu, saya mencoba untuk mengatur daripada memangkas waktunya sekaligus. Apapun yang terjadi saya harus fokus mengerjakan apapun dalam satu jam sec

Toleransi untuk Kawan

Pernah kualami di masa sekolah dasar, teman sebangkuku dirisak (bully) karena ia menggambar sebuah lambang agama tertentu. Ya ampun, kenapa lagi, pikirku saat itu. Selain dipicu gambar itu, ia memang sering diolok-olok karena fisiknya. Ah, sedih sekali mengingatnya. Namun, hal tersebut tidak lagi saya temukan di masa sekolah menengah. Mungkin pikiran anak-anak itu sudah berkembang. Saat saya bersama teman-teman membuat suatu tempat nongkrong-baca di daerah Rungkut, saya merasakan konflik berdasar SARA juga muncul di kalangan anak sekolah dasar. Ada yang tidak mau bergaul dengan anak beragama lain padahal mereka bisa bermain bersama. Akhirnya pada sebuah momen, dibuatlah acara Kelas Kebangsaan yang mendorong mereka untuk bekerjasama sebagai satu  suku bangsa. Permainan tradisional, bernyanyi lagu anak-anak khas daerah, sampai bermain angklung jadi sarana pemersatu mereka. Mungkin agak sulit menjangkau jauh batas-batas toleransi sehingga kita bisa menerima perbedaan dengan legawa. A

Teman dalam Cahaya

Kita terkadang takut untuk menasihati kawan ketika ia berada di posisi yang salah. Bisa jadi karena takut ia tersinggung, menghindar, atau bahkan meninggalkan kita. Padahal, teman yang sebenarnya tidak akan mudah meninggalkan satu dengan yang lain. Ya, terkadang pikiran itu muncul dari perasaan kesepian atau ketakutan yang hampa. Hampa dari rasa takut dan harap kepada Sang Pencipta. Dia-lah yang selalu mengawasi kita, mendengarkan segala pinta dan mengabulkan segala doa. Awalnya barangkali kita menoleransi perasaan gundah dengan membiarkan perilaku teman kita yang kurang tepat. Sayangnya, hal itu justru membuat kita semakin mengabaikan kewajiban untuk mengingatkan sesama, mencegah kemungkaran. Tanpa terasa, perilaku telah menjadi kebiasaan. Kita pun tahan berlama-lama meski tahu akibat perbuatannya. Bukannya sudah dibilang bahwa berteman dengan tukang besi niscaya ikut terpercik api? Bersinggungan sedikit dengan teman demi kebaikan bukanlah masalah besar. Lebih baik ia terhentak se

Cara Bilang Tidak pada Teman

Mending mana, menolak atau ditolak? Hehe bergantung sikon kali ya.. Nah, kadang kita mengalami dilema saat ada urusan penting tapi diajak teman pergi atau melakukan suatu hal lain. Yah, meski urusan itu bisa seperti istirahat atau beres-beres (yang kelihatan remeh) tapi tetap saja kitalah pemegang prioritas segala urusan. Apalagi bila kita diminta tolong untuk melakukan sesuatu yang tak sesuai dengan nurani, kita sangat dianjurkan untuk tidak mengiyakannya. Suatu saat kita perlu bilang tidak untuk ajakan teman meskipun kita sebenarnya mau dan sungkan menolak. Ada beberapa tips untuk mengatakan tidak pada teman kesayangan kita supaya urusan kita lancar dan teman kita nggak baper: 1. Kita katakan saja yang sebenarnya Ini hal yang paling mudah dilakukan kalau kita memang memiliki alasan yang jelas dan dipandang penting bagi kita dan juga teman kita itu. Kita bisa berikan rasionalisasi alasan kenapa kita tidak bisa melakukan apa yang ia minta. Bisa juga berikan penjelasan dari sudut

Berteman dengan Lansia

Mencari tahu banyak hal sekarang ini sangatlah mudah. Semua orang seakan berlomba-lomba untuk memberitahu orang lain perihal apa yang mereka ketahui meski kadang belum tentu benar dan perlu. Tiap hal yang kita dapatkan lalu bagi kepada orang lain adalah tanggungjawab kita. Kadang kita lupa kalau ada konsekuensi di balik hal-hal yang kita tahu. Kata Nenek saya, manusia semakin banyak saja akalnya. Ngomong-ngomong tentang manusia, saya kagum dengan nenek saya yang notabene pengalaman hidupnya sangat patut diacungi jempol dua. Hidup di zaman pra-kemerdekaan membuatnya mengalami pasang-surut secara ekonomi. Meski orangtua beliau memiliki status sosial yang cukup tinggi di desanya, tidak membuatnya hidup enak dan bersantai saja. Ia harus berjualan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Selain itu, ia harus menerima perjodohan dengan orang tak dikenalnya saat ia masih berusia belia -iya, suaminya sendiri-. Wah, sudah seperti cerita fiksi saja pokoknya. Sampai saat ini beliau masih memiliki p

Low Maintenance Friend

Tentang teman yang tak banyak tuntutan. Saya bingung membahasa-Indonesiakannya. Maafkan~ Haha Berteman dengan orang-orang yang berprinsip low maintenance friend ini menyenangkan. Nggak butuh keruwetan. Apapun yang kita miliki tidak sering diprotes atau dikritisi. Nggak butuh drama. Berkonflik sih boleh, tapi nggak yang ngomong di belakang terus membuat isu-isu negatif alias gosip dan pembunuhan terencana . Nggak baperan. Ketika chat atau pesan tidak langsung dibalas, mereka bisa memahami keadaan yang mungkin lagi nggak bisa pegang HP atau lagi mikir mau jawab apa. Saya merasa sangat beruntung memiliki teman-teman yang langka seperti itu (disamping teman yang lain juga ada banyak tapi nggak dekat). Ketika kita lagi pergi jauh mereka tidak pernah membebani dengan meminta oleh-oleh. Malah lebih banyak memberi saran dan doa supaya aman di perjalanan. Saat kita sibuk dengan pekerjaan atau belajar, teman kita tidak lantas mencibir 'sok-sokan' tetapi memilih untuk mengerti dan me

Teman Introvert

Berikut ini adalah daftar teman para introvert, mohon disimak: 1. Buku . . . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . 2. Buku harian 3. Gawai Hahaha, maaf bercanda. Maksudku...... Saya pernah bertemu dengan seorang yang tidak kusangka ia juga introvert. Terlihat sangat lihai di keramaian. Sangat pede berbicara di depan orang banyak. Begitu memukau saat menjelaskan sesuatu yang ia dalami. Tetapi ternyata, ia sama denganku. Energinya mudah habis setelah melakukan kontak sosial terlalu lama. Ia harus mengisi baterai sosialnya kembali untuk menjadi utuh lagi. Ia juga suka membaca buku dan tenggelam dalam kegiatan individualis. Mudah introspeksi diri dan mengingat kejadian emosional. Tetapi, ia mampu mengelola semua itu sehingga optimal berperan menjadi orang publik yang baik dan ramah. Dari dulu saya ingin meminta tandatangan untuk dibubuhkan pada halaman pertama bukunya. Saya membeli buku itu di toko buku kampus dengan berharap ada yang edisi ber

Berteman Lintas Zaman

Mengenal generasi selain generasi sendiri membuat lebih mawas diri. Bertemu dengan generasi baby boomers alias sebelum 1940-an hingga 1960-an memberikan kesan kehidupan yang penuh dengan kerja keras. Mereka dulunya lahir di zaman pasca kemerdekaan Indonesia saat masyarakat masih hidup sederhana. Dalam kondisi seperti itu, makanan sejenis nasi dan lauk tempe saja sudah istimewa. Ditambah lagi pendidikan sangat sulit dijangkau kecuali bagi kalangan berdarah biru atau keturunan campuran Belanda. Begitu mereka dewasa, perjuangan masih mewarnai hidup mereka yang bekerja keras demi bisa menyekolahkan anak-anaknya dan memberi asupan terbaik untuk keluarga. Tak lupa, merekalah yang siap siaga mendisiplinkan anak mereka dengan begitu keras agar siap menghadapi kerasnya hidup. Semua mereka lakukan agar generasi selanjutnya tidak mengalami kesusahan yang sama. Generasi selanjutnya adalah generasi X yang lahir di tahun 1970-an hingga pertengahan 1980. Berteman dengan post-boomers ini membuat k

Berteman di Zaman Perang

Ada banyak kisah tentang peperangan di masa lampau. Tatkala ditempatkan di barisan prajurit, para sahabat yang bersatu dalam pasukan tak berzirah sibuk membentengi punggung satu sama lain. Ketika mulai terdesak oleh pasukan musuh, mereka yang berada di posisi terdepan siap untuk menghadang. Sementara itu, pasukan di belakangnya tak tinggal diam dan menanti giliran saja. Mereka menyeruak ke depan seraya siap untuk mempertahankan posisi barisan. Mereka tak ingin kawannya dilukai sedikitpun oleh pedang lawan. Saat beristirahat di antara jarak perjalanan yang panjang, mereka membagi makanan dengan memakannya bersama-sama. Bahkan saat bekal air menipis, mereka saling tunjuk untuk menyuruh satu sama lain meminum air itu terlebih dulu dibanding mereka sendiri meskipun dahaga menyerang. Ishlah, masa-masa sulit menunjukkan sikap pertemanan yang penuh pengorbanan. Rasa cinta pada sahabat melebihi rasa cinta pada kepentingan diri mereka sendiri.  Kalaulah berteman dinilai dari seberapa banyak

Cuap-cuap tentang Teman

Selama ini saya menyadari, hidup di keluarga yang banyak introvertnya akan berpengaruh terhadap kepribadian saya juga. Ketika sudah mengenal psikologi dan tetek bengek psikotes jadi semakin paham kalau teman-teman saya pun kebanyakan introvert. Rasanya, hmm, ternyata mirip ya, pantesan kok nyambung gitu ngobrolnya. Sama-sama lebih suka ngobrol dengan suara pelan dan face to face , nggak rame-rame. Hobinya pun sama, lebih banyak ndekem di satu tempat yang sepi dan nggak banyak orang, seperti di rumah. Saya berpikir, saya butuh cara untuk mengisi makna hidup supaya lebih berwarna dan berguna. Saya harus belajar berbicara di depan orang banyak dimana saya selalu merasa tertekan dan cemas. Sebab, itu adalah tantangan yang akan membuka kesempatan saya bertemu dengan orang banyak dan mengambil peran lebih banyak. Saya berusaha keluar dari zona nyaman dengan bergaul lebih luas lagi. Lebih tepatnya, saya memutuskan untuk bergabung di organisasi dan komunitas. Sangat tidak nyaman ketika haru

Berteman Sepi

Dalam kekalutan kita berjumpa Mencicip berupa-rupa angan dan tanya Mengapa engkau sampai di sini Apa engkau akan sampai lebih jauh lagi senyum simpul mengembang teringat masa yang pernah terulang engkau tepuk pundakku sambil berkata, "bacalah sembari menunggu" sesuap hikmah sampai ke tenggorokanmu telanlah dan syukurilah ia meskipun tetap tak mengerti apa-apa tetap saja tenang kaurasakan walau kaudengar dengkur jangkrik beradu dalam keheningan malam yang sendu kalimatku jadi penahan temaram sukmamu

Teman dalam Mimpi

Image
Mimpi punya harga diri... itu adalah kalimat yang selalu terlintas setiap saya mengobrol dengan teman-teman yang sedang berjuang. Tahun ini adalah tahun dimana kebanyakan dari teman saya sedang semangat-semangatnya merengkuh mimpi. Ada yang barusan lulus kuliah, ada yang baru saja diterima kerja, ada juga yang sedang membangun rumah tangga impian para jomblo . Yang jelas, mimpi-mimpi itu membuat mereka kian sibuk meniti jalan yang kadang terasa melelahkan. Memang itulah harga yang harus dibayar untuk meraih sebuah mimpi. Hanya mereka yang percaya bahwa mimpi mereka berharga yang bisa memperjuangkannya. Kadang saya sendiri tak yakin pada kemampuan untuk mencapai cita-cita. Aduh, kayaknya susah deh, kok belum apa-apa sulit gini ya, memangnya benar ya ini jalan saya? Teman saya kadang jauh lebih percaya ketimbang diri saya sendiri. Ketika mulai merasa inferior, minder, impostor, you name it , ada teman saya yang mengingatkan. "He, sadaro ta, kamu lho yang punya mimpi,"

Berteman dengan Anak-Anak

Berteman dengan anak-anak seperti menyentuh sisi humanis kita yang apa adanya. Sifat anak-anak pada umumnya suka memaafkan. Walaupun bertengkar karena hal yang sepele tapi hebohnya luar biasa, mereka biasanya bisa berbaikan dan bermain seru lagi esok harinya. Anak-anak juga punya rasa ingin tahu yang besar. Sehingga, mereka lebih menghargai perbedaan dan informasi yang baru ia ketahui sebagai hal yang menarik. Saya pernah terlibat dalam beberapa proyek sosial bersama anak-anak jalanan. Meskipun mereka keliatan garang, hati mereka lembut dan mudah untuk menerima kebaikan. Ketika dapat hadiah sering rebutan tetapi saat kami berbagi cerita mata mereka berbinar dan antusias. Mereka juga suka menunjukkan rasa sayang mereka dengan memeluk kakak-kakaknya atau bermanja-manja. Sama saja seperti anak kecil pada umumnya. Mungkin keburukan yang terlihat selama ini hanyalah efek dari pembiasaan orang-orang terdekatnya yang tidak tahu cara mendidik anak. Di taman baca penuh kenangan yang bernama

Berteman dan Bertahan = Hidup

Image
Sebagai manusia yang senantiasa bertanya dan mempertanyakan sesuatu, saya terus mencari jawaban. Kenapa kita butuh teman? Bagaimana cara menemani orang lain? Apa syarat menjadi teman? Atau.... tidak butuh syarat sama sekali? Me, as one of the old souls, always remember one thing. We struggle everyday for life. Then, we need somethings to do that. Like survival kit. Friend is one of them. They are kind of support system of life when the family is faraway. They can be our reflections, our sparring partners, or another home just to make us comfortable and not feeling alone. Saya mulai memahami bahwa tidak semua orang bisa disebut teman sejak saya mengenal ruang publik dan privasi. Manusia mulai mengklasifikasi  hubungan tak sedarah dengan sebutan kenalan, teman, sahabat, pasangan, musuh, dan sebagainya. Klasifikasi itu bergantung posisi orang lain terhadapnya: apakah di lingkaran terluar, terluar kedua, sampai yang paling dekat dengannya. Semakin ke dalam, semakin intim hubungannya. S