Teman dalam Cahaya

Kita terkadang takut untuk menasihati kawan ketika ia berada di posisi yang salah. Bisa jadi karena takut ia tersinggung, menghindar, atau bahkan meninggalkan kita. Padahal, teman yang sebenarnya tidak akan mudah meninggalkan satu dengan yang lain. Ya, terkadang pikiran itu muncul dari perasaan kesepian atau ketakutan yang hampa. Hampa dari rasa takut dan harap kepada Sang Pencipta. Dia-lah yang selalu mengawasi kita, mendengarkan segala pinta dan mengabulkan segala doa.

Awalnya barangkali kita menoleransi perasaan gundah dengan membiarkan perilaku teman kita yang kurang tepat. Sayangnya, hal itu justru membuat kita semakin mengabaikan kewajiban untuk mengingatkan sesama, mencegah kemungkaran. Tanpa terasa, perilaku telah menjadi kebiasaan. Kita pun tahan berlama-lama meski tahu akibat perbuatannya. Bukannya sudah dibilang bahwa berteman dengan tukang besi niscaya ikut terpercik api?

Bersinggungan sedikit dengan teman demi kebaikan bukanlah masalah besar. Lebih baik ia terhentak sejenak, tetapi mengerti kemudian. Mungkin teman kita merasakan berisik sedikit lalu tenang kemudian. Jika Allah Menghendaki, pasti ia akan memahami. Meski tak mengena di hati barang satu-dua kali, mungkin Allah akan berikan hidayah pada ikhtiar kita yang kesekian kali. Sudah begitu, Allah beri bonus pula pahala serupa kepada kita yang hanya bermodal mengingatkannya.

Beranilah sendiri di jalan yang benar daripada bersama di jalan yang salah. Bukannya lebih baik bebarengan di kegelapan daripada sendirian di jalan yang terang. Justru lebih baik lagi jika melangkah bersama di jalan penuh cahaya.

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Onomatopoeia: Ekspresif dalam Kosakata

Dimulai dari Sampah di Depanmu

Kemandirian Hari ke 3