Posts

Showing posts from December, 2018

Seven: Podcast

Makin ke sini, sarana belajar makin canggih aja. Podcast mulai jadi pengisi waktu yang nyaman di saat ingin belajar tetapi nggak mau yang berat-berat. di Spotify, saya menemukan beberapa podcast menarik tentang pengembangan diri. Ada juga podcast yang isinya refleksi aja dan itu pun tetap bikin kita ke- charged . Saat saya mendengarkan podcast Story of Ubi, saya merasakan kehangatan dari setiap bahasan ringan yang disajikan. Terkadang saya gemas sendiri karena mendengarkan suara Zayka yang lucu dan chatty . Benar-benar menggugah mood saya yang awalnya bete. Lalu, tema yang dibawakan Ayah dan Ibu Ubi juga pas sih buat saya yang memasuki masa quarter life crisis kata orang-orang. Meskipun ada sedikit catatan kalau terkadang bahasannya nylimur kemana-mana. Hehe Tetapi so far, saya seneng banget dengan adanya sarana podcast yang sebenernya mirip sih sama audiobook tetapi ini lebih seperti versi rekamannya radio.

Six: Konseptor

Sejak saya SMP saya suka sekali menulis humor atau cerita rekaan dan suasana di kelas. Terkadang saya mencoba berkreasi dengan menulis di buku binder atau di power point saat waktunya pelajaran komputer. Saya senang sekali ketika saya bisa menyalurkan berbagai ide pikiran yang aneh dan liar saya ke dalam tulisan. Terkadang secara random saya menceritakan tentang alien atau nama mikroba yang sedang berperang atau teman-teman saya yang sedang berperan dalam acara talkshow. Saya menikmati keanehan itu sampai akhirnya saya lulus SMP. Di SMA, rasanya saya jadi lebih serius menjalani hidup, diajarkan cara membuat mimpi-mimpi. Masih teringat saya di kala menonton film tentang 100 mimpi yang dibuat alumni IPB yang berhasil menggapai impian sekolah di Jepang. Impianku banget tuh bisa pergi ke Jepang :") Di situlah saya mulai menulis hal-hal semacam impian dan kisah inspiratif orang-orang. Tak luput juga saya menulis kutipan-kutipan orang-orang terkenal ataupun kekata inspiratif yang kelu

Five: Dongeng

Saya sedang senang mempelajari dongeng. Ternyata, banyak sekali pelajaran berharga yang saya dapatkan dari perjalanan saya mulai dari awal mengenal dongeng. Masa kecil saya tidak luput dari dongeng dan buku cerita. Setiap hari, orangtua saya tidak pernah absen mendongengi saya. Bahkan kalau saya ikut ibu ke pasar, pasti ujungnya beli buku juga buat dibaca. Bapak saya juga menyanyikan lirik lagu di dalam cerita si kue jahe yang diaransemen sendiri alias ngarang. Hehe Ketika sudah sebesar sekarang, rasanya kurang cocok ya untuk mendengarkan dongeng. Tetapi ternyata saya masih doyan banget buat menyimak dongeng. Apalagi kalau dongengnya dituturkan oleh para pendongeng yang ekspresif dan kreatif menggunakan sumber daya yang terbatas. Saya jadi teringat betapa kayanya kosakata anak-anak karena banyak menyaksikan dongeng dan terhibur karenanya. Sudah begitu, bisa belajar sains dan akhlak juga dari dongeng. Ah bahagia sekali. Mendengarkan dongeng saja sudah membuatku ketagihan untuk menel

Four: Belajar Bahasa

Sampai saat ini, saya merasa bahasa saya gampang terwarnai oleh tempat dimana saya tinggal. Meskipun hanya beberapa hari atau minggu, saya jadi paham apa yang dibicarakan orang-orang di desa tempat saya pulang kampung tiap lebaran, Situbondo. Bahasa Madura jelas cukup jauh berbeda dibandingkan bahasa Jawa dan Sunda. Tetapi yang paling penting buat saya adalah ketika saya mendengarkan mereka berbicara, saya jadi belajar tentang budaya yang unik dan bagaimana mereka membuat sebuah kejadian jadi bahan bercandaan. Kepolosan khas daerah masing-masing yang membuat saya berpikir jika kecerdasan berbahasa sebenarnya dimiliki oleh mereka yang pandai melihat situasi dan melontarkan guyonan tentang itu. Bercanda yang biasanya ditertawakan terdengar sederhana tetapi maknanya dalam. Di situ saya merasa bangga mempunyai keluarga multikultural dan juga tinggal di Indonesia yang luar biasa bervariasi bahasanya.

Three: Visual yang Memukau

Sebagai manusia milenial, saya merasa tidak bisa lepas dari pengaruh gadget dalam belajar. Saya suka mengikuti tutorial membuat sesuatu misalnya, saat saya merajut dari video di YouTube. Gambarnya jelas dan pastinya bisa di-pause sejenak dan kemudahan untuk mencari tutorial yang paling simpel dan mudah diikuti. Ketika saya menyiapkan ujian SNMPTN Tulis pun saya masih menggunakan video selain membaca buku seperti biasa. Zenius waktu itu tidak begitu populer, tetapi saya beruntung punya saudara sepupu yang cukup mampu membeli koleksi CD pembelajaran Zenius. Padahal mahal banget ituu :' Nah, sebenarnya yang paling penting buat saya ketika belajar menggunakan media digital adalah visualnya yang oke. Tampilan yang ruwet bisa banget mempengaruhi mood saya belajar. Makanya saya suka bersih2 folder, desktop dari hal-hal yang tidak berguna atau mengganggu pemandangan. Lalu saya juga lebih suka melihat warna-warna yang lembut ataupun monokrom supaya lebih fokus pada apa yang dipelajari.

Two: Mengenali Gaya Belajar

Kalau saya di kelas, hal yang membuat saya tidak mengantuk adalah diskusi yang hidup dan demonstrasi suatu materi. Intinya sih selama masih interaktif alias saya terlibat di dalamnya, saya suka. Biasanya kalau sudah begitu, saya jadi teringat terus materinya. Jadi bisa dibilang saya kombinasi antara ketiga gaya belajar: visual, audio, kinestetik. Hanya saja, pola pendidikan yang saya terima selama ini memang lebih ke audio, dimana kita lebih banyak mendengarkan apa yang dikatakan guru, menjawab pertanyaan, membacakan sesuatu di depan kelas dan ya, menghapal materi. Pola pendidikan masa lampau saya rasakan ketika sekolah dasar hingga kuliah. Tetapi saya hanya dapat mengingat kurang dari 30% materi yang pernah diajarkan TT Saya rasa hal ini terjadi karena saya tidak bisa merasakan emosi dan tidak menemukan makna dari apa yang saya pelajari. Jadi hmm kemungkinan sih saya perlu menelisik lebih jauh gaya belajar yang cocok dengan saya meskipun tidak untuk semua konteks pembelajaran.

One: Improve Everyday

Saat belajar, yang ada di pikiran saya selama ini adalah bagaimana bisa menyelesaikan suatu persoalan dengan benar. Dalam beberapa kali kesempatan belajar, saya cenderung memaksakan diri untuk menguasai materi sekaligus dan lupa hakikat belajar yang sesungguhnya. Belum lagi saya tidak mengenal lebih dalam gaya belajar saya sendiri. Sampai pada akhirnya saya disadarkan bahwa belajar itu bukan menjadi orang yang selalu benar dan tidak pernah salah. Justru ketika kita salah, maka kita jadi banyak belajar tidak salah. We learn to improve ourself everyday.