Posts

Showing posts from October, 2018

Hari 10: It's okay not to be okay

Pikiran saya sering berlari ke masa depan atau ke masa lalu. Pada saat yang sama, saya masih ingin menikmati masa kini yang sayang banget kalau terlewatkan. Dalam beberapa hal, saya bisa merasakan sesuatu seperti dejavu dengan sangat intens dan logikanya malah nggak jalan. Tapi di hal yang teoritis, saya bakal berpikir jauh tentang bagaimana jika begini dan logikanya akan seperti apa. Kemudian saat pikiran kembali ke saat sekarang, yah ternyata nggak relevan. Somehow, it makes me anxious. Akhir-akhir ini, saya mencoba menyelami diri sendiri dan mengajak bicara yang ada di dalam sana. Sebenarnya apa yang kamu rasakan sekarang, coba deh diutarakan. Jangan menghindar, katakan saja, lalu coba sandingkan dengan suara dari pikiranmu... Semakin ke sini, semakin terlatih. Saya berusaha untuk belajar mengenali diri sendiri untuk nantinya saya bisa bangkit ketika saya menghadapi kesulitan-kesulitan hidup dan menjadi agen kebaikan untuk mengajak orang lain bersama-sama mengalaminya.

Hari 9: Manajer diri sendiri

Mengatur diri sendiri itu penting banget supaya nantinya mudah beradaptasi dengan keadaan. Saat ini saya sedang berusaha mengatur waktu untuk menjalankan kuliah S2, mengambil project bareng kakak tingkat, terlibat kegiatan komunitas pelajar, berjejaring bersama kumpul dongeng buat persiapan Festival Dongeng, hingga kuliah online seperti IIP. Ya udah sih diterabas aja semuaa haha Sampai akhirnya sempat drop juga, batuk sampai dua atau tiga minggu gitu. Tapi ya sempat diobati pakai antibiotik juga eh masih batuk-batuk juga. Akhirnya dibiarkan sampai lupa batuknya.. Pelajarannya, saat saya tahu workload sedang banyak, makan saya juga jadi banyak, tidur juga nggak boleh kelewat. Sudah nggak kenal begadang sih, karena tahu takaran kerja berat dan ketahanan tubuhnya nggak bisa seperti dulu. Sekarang berusaha lebih enjoy dan realistis menghadapi tantangan kehidupan XD

Hari 8: Mengelola Uang

Tidak mudah mengurus soal uang. Banyak prinsip di keluarga yang agak longgar soal uang. Sebab, ya selama masih bisa terbeli dan butuh ya gapapa. Atau ya kalau itu keinginan yang tidak selalu dituruti ya nggakpapa juga. Meskipun begitu, ibu saya strict banget soal jurnal keuangan. Semua uang yang ada itu harus jelas darimana dan peruntukannya apa. Pernah suatu ketika jadi konflik gegara saya lupa mencatat pemasukan dan pengeluaran. Jadi ribet plus ribut! Mulailah saya pakai monefy alias aplikasi keuangan praktis yang ada di Android. Meskipun belum rajin, setidaknya sudah ada beberapa catatan yang mulai rapi. Tetapi dari ibu saya juga, saya jadi belajar bagaimana ibu begitu teliti soal uang, apalagi uang orang lain dan dana sosial. Beuh, ati-ati banget. Salah ngitung sebaris aja duuh urusannya bisa bikin melekan sampai pagi. Saya belajar banyak soal menjadi orang yang amanah dalam menjaga kepercayaan terutama hal yang sensitif bagi seluruh umat: duit!

Hari 7: Beberes Baju

Soal baju, saya suka banget menyingkirkan baju dari lemari :)) Nggak suka ngelihat lemari yang terlalu penuh sampai sulit untuk mengambil baju. Apalagi kalau warna-warni, hmm makin bingung kalau pas lagi buru-buru ganti baju. Untungnya setelah mengenal seni beberes rumah (lagi), saya jadi tahu kalau baju yang nggak bikin joy itu memang harus disingkirkan. Terus baju yang jarang dipakai tapi masih perlu atau disukai ya gapapa disimpan, tapi ya tetep jangan semuanya sih, harus dipilah dan dipilih lagi sampai baju yang dipunya bener-bener dibutuhin.  Saya sudah tidak menggunakan laci sih, jadi semakin sedikit wadahnya dan isinya pun juga harus dikurangi. Berhubung saya belum bisa bikin sekat-sekat buat menata baju ala Konmari, saya cuman menatanya sesuai dengan kategorinya saja. Lalu, untuk pelengkap baju seperti jilbab, dalaman jilbab, dan kaos kaki, saya berikan tempat tersendiri. Semua baju digantung kecuali yang tidak mudah kusut seperti kaos, hanya dilipat seperti biasa. Keuntun

Hari 6: Beberes

Saya suka banget kamar yang rapi, bawaannya hepi dan berpikir jadi lebih lancar. Sepertinya keyakinan seperti ini sudah mengalir dari Bapak dan Ibu hingga kakak dan adik saya. Saking suka rapinya, ibu saya kalau menjemur baju, arah gantungannya harus sama plek, ke kiri ya ke kiri semua. Handuk sudah ada kepemilikan berdasarkan warnanya. Gelas untuk minum masing-masing pun sudah ditata setiap pagi dan dipakai bolak-balik sampai paginya lagi. Terus jaman dulu banget, setiap buku di rumah ada nomornya. Ngeri kali lah kalau dibayangin. Tetapi sekarang nggak begitu banget sih. Udah lebih longgar prinsipnya. Nah, setelah saya mengenal seni beberes rumah, saya jadi lebih suka beberes buku dan kertas-kertas. Terasa sekali bahwa buku saya itu kebanyakan :( Terus juga belum ada kategori buku yang memudahkan untuk membaca. Apalagi hobi saya membaca buku itu tidak sampai habis sudah ganti buku yang lain lagi. Akhirnya, saya coba bagi dua kategori buku saja, buku yang sering atau lagi dibaca

Hari 5: Masak

Sebagai orang yang suka eksperimen, saya jelas tertarik untuk memasak sesuatu. Mulai dari masak yang sederhana seperti dadar yang bisa dikreasikan macem-macem, hingga eskrim dan kue yang aneh-aneh. Namun, rupanya ibu saya kurang suka kalau saya kerja di dapur, lebih suka liat saya ngetik-ngetik sampe nggetu terus berhasil lulus ujian. Haha entahlah rasanya wajahnya lebih sumringah gitu. Tetapi karena saya seperti noda di baju alias bandel, saya tetap berusaha mencoba memasak beberapa makanan yang saya doyan. *yes, i am a picky eater. Tentu saja masaknya sering pas ga ada ibu biar kalau berantakan ga bikin kesel.. Trus kalau hasilnya gagal ya udah dimaem sendiri. Beberapa waktu lalu saya mencoba membuat garlic bread dan sego njamoer, alhamdulillah gampang bener :)) terus nyoba bikin makanan untuk dibawa jadi bekal ke kampus: ca sawi dan semur daging. Duh, ternyata enak banget kalau bisa mbekal dan nggak gofood. Hemat! Kapan-kapan harus bikin sesuatu lagi dan tidak boleh mager hehe

Hari 4: Sarapan Kata

Setahuku, masa kecil berlalu dengan sangat indah. Meu kecil yang tak takut pada apapun... kecuali kecoa. Berani memutuskan akan kemana, naik apa, berteman dengan siapa, mengajak berantem siapa, bernyanyi dan mengobrol dengan tamu ibu-bapak. Entah apa yang terjadi, Meu kecil tumbuh menjadi anak yang 'baik', tidak neko-neko, pintar karena masuk sepuluh besar.... dan ya, yang bermimpi seperti insidious. Cupu tetapi membanggakan. Ah iya, ada yang sama sih, dari kecil memang suka bertanya dan merepotkan sekali. Pikirannya susah dihentikan. Sampai akhirnya sudah sebesar sekarang, masih saja merepotkan. Setelah menyadarinya, saya jadi lebih peduli dengan apa yang saya ucapkan atau lakukan kepada keluarga. Mulai mengurangi porsi bertanya yang merepotkan dan menambah porsi komentar yang menyenangkan. Seperti yang terjadi di pagi kemarin, saat saya sarapan, Bapak menunjukkan video tentang pemandangan alam lengkap dengan bunyi gemericik air terjunnya. Sebagai anak yang tahu diri, sa

Best-friend

Adult Life Crisis. Mungkin aku telah sampai pada kepingan puzzle terakhir sebelum menyimpulkan apa sahabat itu sebenarnya. Ketika hidupmu terasa begitu cepat berlalu sementara pekerjaan tak kunjung rampung. Sahabat datang untuk hadir menertawakan kehidupan dan menikmatinya bersama. Tidak ada kata 'selalu' atau 'tumben' karena sahabat tak selalu bisa ditebak, tapi rasanya selalu dapat mengerti dan terkoneksi. Belajar soal unconditional love kepada sahabat bahkan dari hal-hal yang tidak disadarinya. Ketika ia rela memarahimu saat kamu lengah, saat ia diam seolah tekun mendengarkan padahal ia sedang dilanda bosan.. Terkadang ia begitu menyebalkan dan ingin dipenuhi keinginannya hanya untuk menunjukkan pada dunia bahwa ia punya sahabat. Padahal engkau siapa? Trust issue. Ketika mulai membicarakan hal-hal serius dan masa depan, kau mulai banyak gelisah. Ada harap dan cemas di sana. Sepertinya imaji dunia yang dibangun segera sirna bila kau melangkah sekali saja. Melesa

Hari 3: Shopper

Saya itu sesungguhnya tidak suka belanja. Kalau ke mall sukanya makan sama nonton aja, tapi kalau belanja baju.. Waduh, langsung refleks kaki pegel2. Tapi kalau belanja buku sih beda lagi.. hehe Nah, kali kemarin saya akhirnya nyoba untuk go green sekalian belanja buah-buahan buat stok di rumah. Deket sih tempatnya, di sebelahnya pecel Tulungagung (manatuuh haha) Pokoknya lebih deket daripada jalan dari Jank-jank ke gedung fakultas. Tapi mungkin agak keburu jadilah naik sepeda motor berbekal tas bekas goodie bag wisuda. Sampai di sana, saya beli pecel dulu dong ya buat sarapan dilanjut beli buahnya. Pas lagi liat-liat buah, disapa dong sama Bapaknya yang jual, "wah, ibu mana?" pasti nanyain Ibu karena yang biasa belanja Ibu. "oh lagi di rumah lagi masak.." dijawab aja asal cepet belanjanya. Terus udah sat-set milih buah, eh ngantri dong bayarnya di Ibu penjual yang ada di dalam toko. Hmm... hmm nunggu agak lama, *hmm.. hmm x 1 jam udah kayak Nisa Sabyan Ya ud

Hari 2: Tea time

Sudah jadi kebiasaan di keluarga, setiap pagi selalu minum teh dulu bahkan sebelum makan. Jadi, ritual setelah bangun, subuhan dan lain-lain adalah bikin teh. Biasanya sih ibu yang bikin karena saya masih pingin lanjutin ngaji dulu baru keluar kamar. Nah kemarin, dicoba atur waktunya supaya bisa duluan bikin teh. Yah mungkin keliatannya cuman gitu doang sih.. tapi gapapa lah ya lumayan. Saya udah mulai berdamai dengan ekspektasi supaya nggak 'ndakik2.' Nah setelah itu, ternyata emang bener apa kata iklan teh yang lagi pailit itu, enaknya ngobrol sambil ngeteh. Kami pun segera menghabiskan teh dan dilanjut sarapan sambil nonton TV. *katanya ga boleh tapi ya apa boleh buat lah ya, ibuku ga tahan hidup tanpa TV --" Mungkin cuman bentar banget waktu pagi itu, tetapi berarti banget karena kami mulai merasa waktu untuk mengobrol semakin sedikit. Entah kenapa makin kesini makin pada sibuk semua.... *melankoli Yah begitulah hari kedua. Semoga esoknya lebih baik :)

Hari 1: Morning Routine

Kali pertama saya menyadari saya ini nggak begitu mandiri dalam menginisiasi sesuatu. Saya seringkali mengamati dulu reaksi orang-orang di sekitar saya. Kalau mereka tidak berminat sementara saya bisa melakukannya barulah saya lakukan.. Yha emang kesuwen pol :)) Nah barangkali ya memang mungkin itulah yang saya harus atasi sendiri. Terkadang saya sibuk menanggapi pikiran saya yang kadang takut-takut nggak jelas. Akhirnya, saya jadi batal melakukan sesuatu atau mungkin telat melakukannya. Kali ini saya mencoba untuk mengawali hal-hal yang mungkin sebelumnya harus disuruh atau didorong oleh orang lain. Mencoba membangun motivasi dalam diri bahwa memutuskan sendiri dan legowo menerima hasil apapun yang ada itu baik. Agar saya tidak menyesal ke depannya. Bukankah menyesal karena melakukan sesuatu yang baik tapi hasilnya ga maksimal lebih baik daripada tidak melakukannya sama sekali? Tadi pagi misalnya, mulai mengaktifkan diri bangun tahajud langsung lanjut subuhan jama'ah sama