Hari 4: Sarapan Kata

Setahuku, masa kecil berlalu dengan sangat indah. Meu kecil yang tak takut pada apapun... kecuali kecoa. Berani memutuskan akan kemana, naik apa, berteman dengan siapa, mengajak berantem siapa, bernyanyi dan mengobrol dengan tamu ibu-bapak. Entah apa yang terjadi, Meu kecil tumbuh menjadi anak yang 'baik', tidak neko-neko, pintar karena masuk sepuluh besar.... dan ya, yang bermimpi seperti insidious. Cupu tetapi membanggakan.

Ah iya, ada yang sama sih, dari kecil memang suka bertanya dan merepotkan sekali. Pikirannya susah dihentikan. Sampai akhirnya sudah sebesar sekarang, masih saja merepotkan.

Setelah menyadarinya, saya jadi lebih peduli dengan apa yang saya ucapkan atau lakukan kepada keluarga. Mulai mengurangi porsi bertanya yang merepotkan dan menambah porsi komentar yang menyenangkan. Seperti yang terjadi di pagi kemarin, saat saya sarapan,

Bapak menunjukkan video tentang pemandangan alam lengkap dengan bunyi gemericik air terjunnya. Sebagai anak yang tahu diri, saya menanggapi, " oh iya, bagus Pa.." tapi dengan ekspresi datar soalnya pas lagi nggak bisa dipaksa ._. Lalu saat ibu menunjukkan baju yang baru saja dipermak di tukang jahit, " gimana T? nggak kebesaran kan? bagus?" "iya.. pas kok Ma.."

Sederhana ya? Hahaha tetapi buat saya itu berat kalau nggak sesuai kenyataan...... Alhamdulillah skeptis ini sudah bisa dijinakkan dengan lebih banyak melakukan refleksi dan jeda. Bapak-Ibu senang, anaknya juga lega :)

Comments

Popular posts from this blog

Onomatopoeia: Ekspresif dalam Kosakata

2: Caraku Memandang Dunia Tak Lagi Sama

Dimulai dari Sampah di Depanmu