Posts

Showing posts from 2018

Seven: Podcast

Makin ke sini, sarana belajar makin canggih aja. Podcast mulai jadi pengisi waktu yang nyaman di saat ingin belajar tetapi nggak mau yang berat-berat. di Spotify, saya menemukan beberapa podcast menarik tentang pengembangan diri. Ada juga podcast yang isinya refleksi aja dan itu pun tetap bikin kita ke- charged . Saat saya mendengarkan podcast Story of Ubi, saya merasakan kehangatan dari setiap bahasan ringan yang disajikan. Terkadang saya gemas sendiri karena mendengarkan suara Zayka yang lucu dan chatty . Benar-benar menggugah mood saya yang awalnya bete. Lalu, tema yang dibawakan Ayah dan Ibu Ubi juga pas sih buat saya yang memasuki masa quarter life crisis kata orang-orang. Meskipun ada sedikit catatan kalau terkadang bahasannya nylimur kemana-mana. Hehe Tetapi so far, saya seneng banget dengan adanya sarana podcast yang sebenernya mirip sih sama audiobook tetapi ini lebih seperti versi rekamannya radio.

Six: Konseptor

Sejak saya SMP saya suka sekali menulis humor atau cerita rekaan dan suasana di kelas. Terkadang saya mencoba berkreasi dengan menulis di buku binder atau di power point saat waktunya pelajaran komputer. Saya senang sekali ketika saya bisa menyalurkan berbagai ide pikiran yang aneh dan liar saya ke dalam tulisan. Terkadang secara random saya menceritakan tentang alien atau nama mikroba yang sedang berperang atau teman-teman saya yang sedang berperan dalam acara talkshow. Saya menikmati keanehan itu sampai akhirnya saya lulus SMP. Di SMA, rasanya saya jadi lebih serius menjalani hidup, diajarkan cara membuat mimpi-mimpi. Masih teringat saya di kala menonton film tentang 100 mimpi yang dibuat alumni IPB yang berhasil menggapai impian sekolah di Jepang. Impianku banget tuh bisa pergi ke Jepang :") Di situlah saya mulai menulis hal-hal semacam impian dan kisah inspiratif orang-orang. Tak luput juga saya menulis kutipan-kutipan orang-orang terkenal ataupun kekata inspiratif yang kelu

Five: Dongeng

Saya sedang senang mempelajari dongeng. Ternyata, banyak sekali pelajaran berharga yang saya dapatkan dari perjalanan saya mulai dari awal mengenal dongeng. Masa kecil saya tidak luput dari dongeng dan buku cerita. Setiap hari, orangtua saya tidak pernah absen mendongengi saya. Bahkan kalau saya ikut ibu ke pasar, pasti ujungnya beli buku juga buat dibaca. Bapak saya juga menyanyikan lirik lagu di dalam cerita si kue jahe yang diaransemen sendiri alias ngarang. Hehe Ketika sudah sebesar sekarang, rasanya kurang cocok ya untuk mendengarkan dongeng. Tetapi ternyata saya masih doyan banget buat menyimak dongeng. Apalagi kalau dongengnya dituturkan oleh para pendongeng yang ekspresif dan kreatif menggunakan sumber daya yang terbatas. Saya jadi teringat betapa kayanya kosakata anak-anak karena banyak menyaksikan dongeng dan terhibur karenanya. Sudah begitu, bisa belajar sains dan akhlak juga dari dongeng. Ah bahagia sekali. Mendengarkan dongeng saja sudah membuatku ketagihan untuk menel

Four: Belajar Bahasa

Sampai saat ini, saya merasa bahasa saya gampang terwarnai oleh tempat dimana saya tinggal. Meskipun hanya beberapa hari atau minggu, saya jadi paham apa yang dibicarakan orang-orang di desa tempat saya pulang kampung tiap lebaran, Situbondo. Bahasa Madura jelas cukup jauh berbeda dibandingkan bahasa Jawa dan Sunda. Tetapi yang paling penting buat saya adalah ketika saya mendengarkan mereka berbicara, saya jadi belajar tentang budaya yang unik dan bagaimana mereka membuat sebuah kejadian jadi bahan bercandaan. Kepolosan khas daerah masing-masing yang membuat saya berpikir jika kecerdasan berbahasa sebenarnya dimiliki oleh mereka yang pandai melihat situasi dan melontarkan guyonan tentang itu. Bercanda yang biasanya ditertawakan terdengar sederhana tetapi maknanya dalam. Di situ saya merasa bangga mempunyai keluarga multikultural dan juga tinggal di Indonesia yang luar biasa bervariasi bahasanya.

Three: Visual yang Memukau

Sebagai manusia milenial, saya merasa tidak bisa lepas dari pengaruh gadget dalam belajar. Saya suka mengikuti tutorial membuat sesuatu misalnya, saat saya merajut dari video di YouTube. Gambarnya jelas dan pastinya bisa di-pause sejenak dan kemudahan untuk mencari tutorial yang paling simpel dan mudah diikuti. Ketika saya menyiapkan ujian SNMPTN Tulis pun saya masih menggunakan video selain membaca buku seperti biasa. Zenius waktu itu tidak begitu populer, tetapi saya beruntung punya saudara sepupu yang cukup mampu membeli koleksi CD pembelajaran Zenius. Padahal mahal banget ituu :' Nah, sebenarnya yang paling penting buat saya ketika belajar menggunakan media digital adalah visualnya yang oke. Tampilan yang ruwet bisa banget mempengaruhi mood saya belajar. Makanya saya suka bersih2 folder, desktop dari hal-hal yang tidak berguna atau mengganggu pemandangan. Lalu saya juga lebih suka melihat warna-warna yang lembut ataupun monokrom supaya lebih fokus pada apa yang dipelajari.

Two: Mengenali Gaya Belajar

Kalau saya di kelas, hal yang membuat saya tidak mengantuk adalah diskusi yang hidup dan demonstrasi suatu materi. Intinya sih selama masih interaktif alias saya terlibat di dalamnya, saya suka. Biasanya kalau sudah begitu, saya jadi teringat terus materinya. Jadi bisa dibilang saya kombinasi antara ketiga gaya belajar: visual, audio, kinestetik. Hanya saja, pola pendidikan yang saya terima selama ini memang lebih ke audio, dimana kita lebih banyak mendengarkan apa yang dikatakan guru, menjawab pertanyaan, membacakan sesuatu di depan kelas dan ya, menghapal materi. Pola pendidikan masa lampau saya rasakan ketika sekolah dasar hingga kuliah. Tetapi saya hanya dapat mengingat kurang dari 30% materi yang pernah diajarkan TT Saya rasa hal ini terjadi karena saya tidak bisa merasakan emosi dan tidak menemukan makna dari apa yang saya pelajari. Jadi hmm kemungkinan sih saya perlu menelisik lebih jauh gaya belajar yang cocok dengan saya meskipun tidak untuk semua konteks pembelajaran.

One: Improve Everyday

Saat belajar, yang ada di pikiran saya selama ini adalah bagaimana bisa menyelesaikan suatu persoalan dengan benar. Dalam beberapa kali kesempatan belajar, saya cenderung memaksakan diri untuk menguasai materi sekaligus dan lupa hakikat belajar yang sesungguhnya. Belum lagi saya tidak mengenal lebih dalam gaya belajar saya sendiri. Sampai pada akhirnya saya disadarkan bahwa belajar itu bukan menjadi orang yang selalu benar dan tidak pernah salah. Justru ketika kita salah, maka kita jadi banyak belajar tidak salah. We learn to improve ourself everyday.

Hari 10: It's okay not to be okay

Pikiran saya sering berlari ke masa depan atau ke masa lalu. Pada saat yang sama, saya masih ingin menikmati masa kini yang sayang banget kalau terlewatkan. Dalam beberapa hal, saya bisa merasakan sesuatu seperti dejavu dengan sangat intens dan logikanya malah nggak jalan. Tapi di hal yang teoritis, saya bakal berpikir jauh tentang bagaimana jika begini dan logikanya akan seperti apa. Kemudian saat pikiran kembali ke saat sekarang, yah ternyata nggak relevan. Somehow, it makes me anxious. Akhir-akhir ini, saya mencoba menyelami diri sendiri dan mengajak bicara yang ada di dalam sana. Sebenarnya apa yang kamu rasakan sekarang, coba deh diutarakan. Jangan menghindar, katakan saja, lalu coba sandingkan dengan suara dari pikiranmu... Semakin ke sini, semakin terlatih. Saya berusaha untuk belajar mengenali diri sendiri untuk nantinya saya bisa bangkit ketika saya menghadapi kesulitan-kesulitan hidup dan menjadi agen kebaikan untuk mengajak orang lain bersama-sama mengalaminya.

Hari 9: Manajer diri sendiri

Mengatur diri sendiri itu penting banget supaya nantinya mudah beradaptasi dengan keadaan. Saat ini saya sedang berusaha mengatur waktu untuk menjalankan kuliah S2, mengambil project bareng kakak tingkat, terlibat kegiatan komunitas pelajar, berjejaring bersama kumpul dongeng buat persiapan Festival Dongeng, hingga kuliah online seperti IIP. Ya udah sih diterabas aja semuaa haha Sampai akhirnya sempat drop juga, batuk sampai dua atau tiga minggu gitu. Tapi ya sempat diobati pakai antibiotik juga eh masih batuk-batuk juga. Akhirnya dibiarkan sampai lupa batuknya.. Pelajarannya, saat saya tahu workload sedang banyak, makan saya juga jadi banyak, tidur juga nggak boleh kelewat. Sudah nggak kenal begadang sih, karena tahu takaran kerja berat dan ketahanan tubuhnya nggak bisa seperti dulu. Sekarang berusaha lebih enjoy dan realistis menghadapi tantangan kehidupan XD

Hari 8: Mengelola Uang

Tidak mudah mengurus soal uang. Banyak prinsip di keluarga yang agak longgar soal uang. Sebab, ya selama masih bisa terbeli dan butuh ya gapapa. Atau ya kalau itu keinginan yang tidak selalu dituruti ya nggakpapa juga. Meskipun begitu, ibu saya strict banget soal jurnal keuangan. Semua uang yang ada itu harus jelas darimana dan peruntukannya apa. Pernah suatu ketika jadi konflik gegara saya lupa mencatat pemasukan dan pengeluaran. Jadi ribet plus ribut! Mulailah saya pakai monefy alias aplikasi keuangan praktis yang ada di Android. Meskipun belum rajin, setidaknya sudah ada beberapa catatan yang mulai rapi. Tetapi dari ibu saya juga, saya jadi belajar bagaimana ibu begitu teliti soal uang, apalagi uang orang lain dan dana sosial. Beuh, ati-ati banget. Salah ngitung sebaris aja duuh urusannya bisa bikin melekan sampai pagi. Saya belajar banyak soal menjadi orang yang amanah dalam menjaga kepercayaan terutama hal yang sensitif bagi seluruh umat: duit!

Hari 7: Beberes Baju

Soal baju, saya suka banget menyingkirkan baju dari lemari :)) Nggak suka ngelihat lemari yang terlalu penuh sampai sulit untuk mengambil baju. Apalagi kalau warna-warni, hmm makin bingung kalau pas lagi buru-buru ganti baju. Untungnya setelah mengenal seni beberes rumah (lagi), saya jadi tahu kalau baju yang nggak bikin joy itu memang harus disingkirkan. Terus baju yang jarang dipakai tapi masih perlu atau disukai ya gapapa disimpan, tapi ya tetep jangan semuanya sih, harus dipilah dan dipilih lagi sampai baju yang dipunya bener-bener dibutuhin.  Saya sudah tidak menggunakan laci sih, jadi semakin sedikit wadahnya dan isinya pun juga harus dikurangi. Berhubung saya belum bisa bikin sekat-sekat buat menata baju ala Konmari, saya cuman menatanya sesuai dengan kategorinya saja. Lalu, untuk pelengkap baju seperti jilbab, dalaman jilbab, dan kaos kaki, saya berikan tempat tersendiri. Semua baju digantung kecuali yang tidak mudah kusut seperti kaos, hanya dilipat seperti biasa. Keuntun

Hari 6: Beberes

Saya suka banget kamar yang rapi, bawaannya hepi dan berpikir jadi lebih lancar. Sepertinya keyakinan seperti ini sudah mengalir dari Bapak dan Ibu hingga kakak dan adik saya. Saking suka rapinya, ibu saya kalau menjemur baju, arah gantungannya harus sama plek, ke kiri ya ke kiri semua. Handuk sudah ada kepemilikan berdasarkan warnanya. Gelas untuk minum masing-masing pun sudah ditata setiap pagi dan dipakai bolak-balik sampai paginya lagi. Terus jaman dulu banget, setiap buku di rumah ada nomornya. Ngeri kali lah kalau dibayangin. Tetapi sekarang nggak begitu banget sih. Udah lebih longgar prinsipnya. Nah, setelah saya mengenal seni beberes rumah, saya jadi lebih suka beberes buku dan kertas-kertas. Terasa sekali bahwa buku saya itu kebanyakan :( Terus juga belum ada kategori buku yang memudahkan untuk membaca. Apalagi hobi saya membaca buku itu tidak sampai habis sudah ganti buku yang lain lagi. Akhirnya, saya coba bagi dua kategori buku saja, buku yang sering atau lagi dibaca

Hari 5: Masak

Sebagai orang yang suka eksperimen, saya jelas tertarik untuk memasak sesuatu. Mulai dari masak yang sederhana seperti dadar yang bisa dikreasikan macem-macem, hingga eskrim dan kue yang aneh-aneh. Namun, rupanya ibu saya kurang suka kalau saya kerja di dapur, lebih suka liat saya ngetik-ngetik sampe nggetu terus berhasil lulus ujian. Haha entahlah rasanya wajahnya lebih sumringah gitu. Tetapi karena saya seperti noda di baju alias bandel, saya tetap berusaha mencoba memasak beberapa makanan yang saya doyan. *yes, i am a picky eater. Tentu saja masaknya sering pas ga ada ibu biar kalau berantakan ga bikin kesel.. Trus kalau hasilnya gagal ya udah dimaem sendiri. Beberapa waktu lalu saya mencoba membuat garlic bread dan sego njamoer, alhamdulillah gampang bener :)) terus nyoba bikin makanan untuk dibawa jadi bekal ke kampus: ca sawi dan semur daging. Duh, ternyata enak banget kalau bisa mbekal dan nggak gofood. Hemat! Kapan-kapan harus bikin sesuatu lagi dan tidak boleh mager hehe

Hari 4: Sarapan Kata

Setahuku, masa kecil berlalu dengan sangat indah. Meu kecil yang tak takut pada apapun... kecuali kecoa. Berani memutuskan akan kemana, naik apa, berteman dengan siapa, mengajak berantem siapa, bernyanyi dan mengobrol dengan tamu ibu-bapak. Entah apa yang terjadi, Meu kecil tumbuh menjadi anak yang 'baik', tidak neko-neko, pintar karena masuk sepuluh besar.... dan ya, yang bermimpi seperti insidious. Cupu tetapi membanggakan. Ah iya, ada yang sama sih, dari kecil memang suka bertanya dan merepotkan sekali. Pikirannya susah dihentikan. Sampai akhirnya sudah sebesar sekarang, masih saja merepotkan. Setelah menyadarinya, saya jadi lebih peduli dengan apa yang saya ucapkan atau lakukan kepada keluarga. Mulai mengurangi porsi bertanya yang merepotkan dan menambah porsi komentar yang menyenangkan. Seperti yang terjadi di pagi kemarin, saat saya sarapan, Bapak menunjukkan video tentang pemandangan alam lengkap dengan bunyi gemericik air terjunnya. Sebagai anak yang tahu diri, sa

Best-friend

Adult Life Crisis. Mungkin aku telah sampai pada kepingan puzzle terakhir sebelum menyimpulkan apa sahabat itu sebenarnya. Ketika hidupmu terasa begitu cepat berlalu sementara pekerjaan tak kunjung rampung. Sahabat datang untuk hadir menertawakan kehidupan dan menikmatinya bersama. Tidak ada kata 'selalu' atau 'tumben' karena sahabat tak selalu bisa ditebak, tapi rasanya selalu dapat mengerti dan terkoneksi. Belajar soal unconditional love kepada sahabat bahkan dari hal-hal yang tidak disadarinya. Ketika ia rela memarahimu saat kamu lengah, saat ia diam seolah tekun mendengarkan padahal ia sedang dilanda bosan.. Terkadang ia begitu menyebalkan dan ingin dipenuhi keinginannya hanya untuk menunjukkan pada dunia bahwa ia punya sahabat. Padahal engkau siapa? Trust issue. Ketika mulai membicarakan hal-hal serius dan masa depan, kau mulai banyak gelisah. Ada harap dan cemas di sana. Sepertinya imaji dunia yang dibangun segera sirna bila kau melangkah sekali saja. Melesa

Hari 3: Shopper

Saya itu sesungguhnya tidak suka belanja. Kalau ke mall sukanya makan sama nonton aja, tapi kalau belanja baju.. Waduh, langsung refleks kaki pegel2. Tapi kalau belanja buku sih beda lagi.. hehe Nah, kali kemarin saya akhirnya nyoba untuk go green sekalian belanja buah-buahan buat stok di rumah. Deket sih tempatnya, di sebelahnya pecel Tulungagung (manatuuh haha) Pokoknya lebih deket daripada jalan dari Jank-jank ke gedung fakultas. Tapi mungkin agak keburu jadilah naik sepeda motor berbekal tas bekas goodie bag wisuda. Sampai di sana, saya beli pecel dulu dong ya buat sarapan dilanjut beli buahnya. Pas lagi liat-liat buah, disapa dong sama Bapaknya yang jual, "wah, ibu mana?" pasti nanyain Ibu karena yang biasa belanja Ibu. "oh lagi di rumah lagi masak.." dijawab aja asal cepet belanjanya. Terus udah sat-set milih buah, eh ngantri dong bayarnya di Ibu penjual yang ada di dalam toko. Hmm... hmm nunggu agak lama, *hmm.. hmm x 1 jam udah kayak Nisa Sabyan Ya ud

Hari 2: Tea time

Sudah jadi kebiasaan di keluarga, setiap pagi selalu minum teh dulu bahkan sebelum makan. Jadi, ritual setelah bangun, subuhan dan lain-lain adalah bikin teh. Biasanya sih ibu yang bikin karena saya masih pingin lanjutin ngaji dulu baru keluar kamar. Nah kemarin, dicoba atur waktunya supaya bisa duluan bikin teh. Yah mungkin keliatannya cuman gitu doang sih.. tapi gapapa lah ya lumayan. Saya udah mulai berdamai dengan ekspektasi supaya nggak 'ndakik2.' Nah setelah itu, ternyata emang bener apa kata iklan teh yang lagi pailit itu, enaknya ngobrol sambil ngeteh. Kami pun segera menghabiskan teh dan dilanjut sarapan sambil nonton TV. *katanya ga boleh tapi ya apa boleh buat lah ya, ibuku ga tahan hidup tanpa TV --" Mungkin cuman bentar banget waktu pagi itu, tetapi berarti banget karena kami mulai merasa waktu untuk mengobrol semakin sedikit. Entah kenapa makin kesini makin pada sibuk semua.... *melankoli Yah begitulah hari kedua. Semoga esoknya lebih baik :)

Hari 1: Morning Routine

Kali pertama saya menyadari saya ini nggak begitu mandiri dalam menginisiasi sesuatu. Saya seringkali mengamati dulu reaksi orang-orang di sekitar saya. Kalau mereka tidak berminat sementara saya bisa melakukannya barulah saya lakukan.. Yha emang kesuwen pol :)) Nah barangkali ya memang mungkin itulah yang saya harus atasi sendiri. Terkadang saya sibuk menanggapi pikiran saya yang kadang takut-takut nggak jelas. Akhirnya, saya jadi batal melakukan sesuatu atau mungkin telat melakukannya. Kali ini saya mencoba untuk mengawali hal-hal yang mungkin sebelumnya harus disuruh atau didorong oleh orang lain. Mencoba membangun motivasi dalam diri bahwa memutuskan sendiri dan legowo menerima hasil apapun yang ada itu baik. Agar saya tidak menyesal ke depannya. Bukankah menyesal karena melakukan sesuatu yang baik tapi hasilnya ga maksimal lebih baik daripada tidak melakukannya sama sekali? Tadi pagi misalnya, mulai mengaktifkan diri bangun tahajud langsung lanjut subuhan jama'ah sama

Catatan Masa Muda

Menghambarkan perasaan dengan kesibukan. Itu adalah misiku kali ini. Dalam sebulan ke depan aku ingin fokus dengan prestasi. Yak, aku harus bisa mencapai nilai targetku, 3.75, mempunyai karya ilmiah, dan menghafal 1 surat lagi. Gimana caranya? Aku sudah menyusun strategi untuk menyelesaikan kuantitatifku dan laporan CBCL serta Haper terlebih dahulu di pekan ini. Selain itu setiap hari pukul 18-21.30 khusus mengikuti pesantren di GMI kecuali ahad karena ada tahsin Qur’an jam 8 pagi. Di jam-jam pagi sampai siang ada ujian dengan berbekal mindmap H-2 ujiannya. Sela-sela waktu digunakan untuk ke perusahaan nyari sponsorship dan ke donatur mumpung lagi puasaan, biasanya banyak yang terketuk hatinya untuk nyumbang-nyumbang di saat seperti ini. Di waktu sisanya lagi adalah untuk meluangkan waktu di Kabaca setiap sabtu pagi jam 9 sampai sore jam 3. Ahad siangnya mengerjakan karya ilmiah untuk dikonsulkan besok harinya. Dasar, perencana. Namaku Biruni Lais. Seorang cendeki

Kreatif Merawat Bumi

Ada beberapa hal yang saya lakukan sebagai upaya untuk merawat bumi yang semakin tua ini... Daripada sibuk mengutuk kerusakan yang terjadi, lebih baik jadi solusi. Beberapa diantara solusi yang sudah saya jalankan adalah.. 1. Washable MensPad Sudah hampir tiga tahun saya menggunakan benda ini setiap tamu bulanan datang. Memang agak ribet saat harus mencuci di saat dulunya enak dan gampang tinggal buang. Belum lagi menjemurnya yang awalnya risih karena takut dikomentarin jijik, dsb. Tetapi setelah menjalani beberapa tahun ini jadi biasa saja :) Dan terasa lebih lega, bisa mengurangi sampah yang tidak perlu. Nah, akhir- akhir ini saya melihat sudah banyak sekali online shop maupun toko peralatan bayi yang menjual cloth diapers dan menstrual pad seperti ini. Tandanya semakin banyak yang butuh dan sadar akan pentingnya mengurangi sampah bulanan ini. Alhamdulillah. 2. Membawa botol air minum sendiri Pokoknya sebisa mungkin membawa air minum dengan botol tupperware atau wadah apapun ya

Melatih Kreativitas dengan Bercanda

Siapapun pasti suka bercanda. Orang paling serius pun saya yakin punya selera humornya sendiri. Ternyata orang yang gemar bercanda itu bisa jadi orang yang kreatif lho. Nah, kata Edward De Bono, orang yang melontarkan suatu humor pasti di pikirannya terjadi proses kreatif dimana ia membelokkan logikanya untuk mendapatkan suatu hal yang out of the box. Kita bisa melihat orang yang mudah bercanda biasanya dengan mudah pula melontarkan ide-ide ajaibnya. Pernah tahukah bahwa Indonesia sempat terkenal di kalangan netters YouTube dengan sebutan Wkwkwk Land? Hehe barangkali ini terjadi karena orang Indonesia yang gemar sekali melontarkan guyonan dan saling membalas dengan tertawa. Tapi bukannya membalas dengan kata 'hahaha' layaknya tertawa normal yang dipahami dalam bahasa penulisan, justru 'wkwkwk' jadi ikon tersendiri dalam mengomentari sebuah lelucon. Ya mungkin itu adalah kreativitas orang Indonesia yang bahkan tertawa pun ada versi lucunya tersendiri. Kita juga bisa

Kreasi Tanpa Plagiasi

Saya agak sedih dengan pemberitaan kemarin-kemarin masalah cerpenis yang ternyata memplagiat hasil karya orang lain. Bahkan sampai berani-beraninya diikutkan lomba cerpen dan menang sampai diterbitkan di penerbit besar. Padahal jelas sekali bahwa ia hanya mencopy-paste tulisan dan hanya mengganti judul ceritanya saja. Benar-benar plek ketiplek isinya, kata perkata, bahkan titik koma. Parahnya tidak cuman 1-2 kali saja, tapi sampai 24 kali! Itu baru yang ketahuan, entahlah kalau sampai nambah daftar plagiasinya.  Dari situ saya belajar tentang pentingnya menghargai karya. Baik milik sendiri maupun orang lain. Saya pun juga belajar untuk berkreasi dengan cara mengambil inspirasi dari berbagai tempat, dan memodifikasi dengan cara yang lain lagi. Kalau sudah plek sama, lah bukan inspirasi sih namanya --" Dengan percaya diri bahwa kita bisa menghasilkan karya orisinal, kita sudah menghargai diri kita sendiri dan bersyukur kepada Allah atas ilham yang diberikan-Nya. Sebenarnya bany

Kreatif dalam Syukur

Selama ini kita mungkin sudah terbiasa dengan program yang membuat kita menjalani rutinitas yang biasa. Sampai akhirnya pada satu titik merasa jenuh. Berarti sudah waktunya untuk mencoba cara baru, sudut pandang baru atau yang berbeda dari biasanya. Setelah melakukan ativitas rutin scrolling Instagram (membunuh waktu yang sangat tidak efektif :( ) saya memutuskan untuk mencoba merutinkan jurnal syukur yang dulu sempat menjadi tugas seminar. Awalnya saya abaikan begitu saja karena tidak yakin akan membuat saya berubah. Tapi akhirnya setelah membaca kisah-kisah heroik orang-orang yang mengalahkan 'dirinya' sendiri, saya akhirnya mau juga. Saya coba dengan hal yang sederhana seperti memikirkan apa yang membuat saya masih survive saat ini, atau hal positif apa yang terjadi di hari ini. Saya coba lagi dengan cara lain, menanyakan kepada orang lain apa yang membuat mereka senang atau bersyukur. Ternyata itu juga efektif menularkan rasa syukur kepada saya. Rasanya jadi ikut bahagi

Memulai Kreativitas

Sudah lama saya merasa jauh dari kreasi-kreasi. Rasanya seperti menjalani saja yang sudah ada. Tidak ada hal yang menggugah saya untuk kembali membuat sesuatu. Kesempatan ini mungkin memang datang tepat pada waktunya. Kemarin, teman saya memberikan hadiah berupa benang rajut dan hakpen. Padahal saya udah lupa semua tuh cara membuat rajutan :') Hehehe sebenarnya tantangan kali ini lebih daripada membuat prakarya. Tantangan yang dihadapi keluarga untuk membuat bonding yang lebih rekat. Hmm, kira-kira apa ya yang bisa dilakukan? Saya mencoba membaca-baca buku lagi untuk membiasakan diri mencari inspirasi dari sumber yang positif dan jelas (no hoax) bukan sekadar opini. Saya juga belajar lagi memahami hikmah dari kisah-kisah yang nyata maupun fiksi untuk menajamkan kembali kepekaan berbahasa. Sampai pada akhirnya saya menemukan bahwa kita (saya kali ya) harus belajar lagi untuk mengelola pikiran-pikiran positif untuk menangkal virus-virus bisikan negatif yang destruktif. Saya men

Menerima Rezeki

Sungguh ingin sekali rasanya memiliki jiwa yang berkecukupan. Tidak mudah mengeluh atas pemberian apapun karena semuanya sudah ada yang ngatur. Tidak gampang lupa sama yang memberi karena kita diajarkan untuk ingat selalu cara berterima kasih. Seorang yang hidupnya sederhana bisa mencukupi kebutuhan diri bahkan memberi untuk orang lain di sekitarnya asalkan hatinya berkelimpahan. Pikiran tidak ruwet mencari pembenaran atas tuduhan kondisi yang menurutnya tidak mendukung keinginannya. CUKUP adalah tujuan utamanya. Kekurangan tidak dirasa karena yakin ada cukup banyak peluang datangnya rezeki kepada kita. Allah.... berikanlah kami kelapangan hati untuk dapat mudah bersyukur atas segala karuniamu :"

Catatan Keuangan Digital

Image
Hari ini saya mencoba untuk mengunduh dan memasang aplikasi keuangan yang bernama Household Account Book. Aplikasi finansial ini lucu dan unik sih menurut saya. Tampilannya yang memang berupa karakter manga yang bergerak-gerak ala boomerang membuat aplikasi ini jadi terlihat imut dan nggak seserius namanya. Saya coba untuk melihat-lihat fitur yang dibawa aplikasi bikinan jepang ini dan sangat cocok buat saya yang suka pencatatan ringkas dan sederhana. Aplikasi imut nan simpel untuk keuangan Aplikasi ini tergolong mudah digunakan alias user friendly . Saat masuk aplikasi, jangan lupa mengubah mata uang menjadi Indonesian Rupiah dari setting awalnya yang berupa mata uang yen Jepang. Tinggal klik others - setting - convert money . Lalu untuk mulai mencatat langkahnya cukup simpel. Kita langsung diberikan opsi untuk mengisi catatan dengan mengetikkan jumlah uang dalam tampilannya yang seperti kalkulator. Lalu disimpan dalam kategori yang kita inginkan, apakah pembayaran (paid) atau

Bisnis di Masa Kecil

Saya ingin sekali membuka usaha bisnis sesuatu sejak dulu. Tapi seringkali mentok karena merasa tidak cukup modal untuk memulainya. Namun, seiring berjalannya waktu saya mengamati bahwa orang-orang yang memulai usaha itu tidak selalu menunggu punya modal uang banyak. Bahkan ada yang hanya bermodal kartu nama atau malah tidak bermodal uang sama sekali atau biasanya disebut modal dengkul. Keinginan saya memulai bisnis ini sebenarnya sudah sempat terwujud sejak kelas 1 SD dimana saya dan sahabat saya memetik kembang sepatu dan menggunakan dasar bunga serta mahkotanya untuk membersihkan sepatu sekolah (terbuat dari kulit sintetis). Setiap teman yang kami tawari untuk dibersihkan sepatunya bersedia menghargai 100 rupiah per pasang sepatu. Jangan dibayangkan sepatunya orang dewasa yang guede ya.. Ini kan sepatu anak-anak, jadi mestinya nggak berat membersihkannya >.< Di kelas tinggi (kelas 4-6 SD) saya juga membuka bisnis bersama teman-teman segeng dan se-anjem (antar jemput becak)

catatan keuangan

saya dulu masih rajin bikin tabel pengeluaran dan pemasukan. tapi makin lama makin sok sibuk ._. saya cuman mengandalkan nota dan catatan insidental kalau ada pengeluaran yang agak banyak. sisanya terlupakan *tutup muka* biasanya sekarang sih saya memastikan nggak ada hutang yang belum terlunasi dalam satu minggu. lalu memastikan tetap ada simpanan cash selain tabungan di bank. catatan keuangan untuk sementara hanya di buku jurnal harian aja dan itupun nggak yang rapi buanget, ya cuman coret-coretan buat totalan *kemudian menyesal kenapa kebanyakan belanja buku*

Bersih-bersih Finansial

Rasanya zaman sekarang hidup halal adalah suatu hal yang ideal. Sedangkan bagi sebagian orang, menjadi ideal itu hampir nggak mungkin karena hampir semua orang berada kondisi yang tidak ideal. Contohnya saja, RIBA. Sudah tahu sih itu ngeRI BAnget, tapi masih aja kita nggak bisa lepas karena alasan kebutuhan. Padahal kalau dipikir-pikir, kebutuhan kita itu sudah dicukupi oleh Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Setiap orang sudah dicatat rezekinya masing-masing. Semestinya, kekhawatiran tentang rezeki itu sudah tidak perlu ada lagi. Namun, rupanya kepintaran manusia ini sudah seperti dua mata pedang, di satu sisi bisa membantu memudahkan urusan. Sedangkan di sisi lain, justru menjerumuskan manusia. Kecanggihan teknologi tidak mampu meredakan kekhawatiran akan kecukupan kebutuhan manusia, bahkan malah membuat kegalauan menjadi-jadi. Yah, apalagi sesuai dengan sifat manusia yang suka tergesa-gesa dan tidak pernah puas. Alhamdulillahnya, kita masih diberikan petunjuk lewat Rasulullah Shalla

Ramah Lingkungan + hemat

Saya memulai untuk mengikuti jejak para zero wasters alias orang orang yang berusaha meminimalisir sampah dengan memakai barang yang dapat digunakan lebih dari sekali. Saya menghindari barang-barang sekali pakai seperti disposable menspad, tisu basah, dan botol plastik. Hidup di keluarga yang sangat menjunjung tinggi produktivitas aka kesibukan, membuat gaya hidup semakin menuntut untuk serba instan dan cepat. Sangat berkebalikan dengan saya yang ingin sekali hidup lebih lambat dan menikmati momen dengan ritme yang perlahan. Saya mencoba untuk merubah pola hidup dengan merefleksikan sebenarnya apa yang saya jalani selama ini berdampak bagi lingkungan. Saya melihat bahwa gaya hidup yang serba instan mendorong kita untuk berbelanja lebih sering. Sebab alasan praktis, kita sering mengambil jalur cepat dengan membeli fast food, gofood, dan take away supaya makan lebih praktis, tinggal bayar dan makan. Namun, kita lupa kalau ada konsekuensi dibaliknya yang mungkin terlihat remeh tapi berd

Mengerem Gaya Hidup Konsumtif

Ternyata saya nggak bisa jauh-jauh dari konsep hidup yang simpel, tidak banyak ini-itu, dan sedikit. Ya termasuk sedikit teman, sedikit kesibukan, sedikit barang, tetapi hidup berkecukupan makna. Setahun dua tahun ke belakang, saya lebih banyak mempelajari referensi cara hidup sederhana. Di Facebook, saya mengikuti beberapa fanpage seperti "Simple Like That," "Becoming Unbusy" dan akun introvert yang kebanyakan tentang kenyamanan hidup sendiri. Saya juga jadi lebih sering menfollow akun instagram yang berfokus pada keluarga, lingkungan alam, homeschool, dan yang hijau-hijau (seperti akun hidroponik, aktivis lingkungan). Hehe ternyata saya masih punya banyak keinginan... Termasuk membuat simpel urusan keuangan dan manajemen barang-barang. Saya mencoba untuk mengerem pengeluaran dengan menata barang di rumah. Meninjau kembali sebenarnya apa yang saya lakukan terhadap barang yang saya miliki. Apa masih berfungsi? atau malah terabaikan? Saya jadi merasa bersalah meli

Belajar Cerdas Finansial

Finansial Planning Saya pernah mengikuti sebuah pelatihan mengenai financial planning khususnya dalam urusan rumah tangga. Ada banyak gaya pengelolaan keuangan yang bisa dipilih, salah satunya adalah dengan pembagian pos anggaran. Nah, disini saya coba jabarkan mengenai pengelolaan keuangan dengan cara membagi pos-pos anggaran yang pernah saya coba. Memang paling mudah saat mendapat pemasukan, langsung dibelanjakan sesuai kebutuhan. Tetapi ketika saya belajar manajemen keuangan, saya jadi ingin lebih rapi lagi dalam pengelolaannya. Saya mencoba menggunakan pos-pos anggaran dengan membuat daftar kebutuhan pengeluaran. Pertama, yang paling penting adalah pos kebutuhan dasar seperti makan, minum, bensin, pulsa, dsb yang bersifat cair (sifatnya langsung, penting dan mendesak). Lalu menjadwalkan setiap hari mengeluarkan infaq minimal sekian (misalnya 5000 rupiah). Selanjutnya, karena saya masih belum cukup ilmu mengenai investasi, saya lebih sering menyimpan kelebihan dalam tabungan.

Happiness Activity

Beberapa orang bingung untuk memilih hal apa yang ingin dipelajari hingga menjadi mahir atau setidaknya dapat menjadi kemampuan yang diandalkan. Nggak heran juga sih, sekarang ini makin banyak pilihan yang bisa kita ambil untuk kita ketahui di dunia nyata maupun dunia maya. Namun, kita perlu tahu bahwa ada hal yang lebih penting untuk diprioritaskan dan dipelajari lebih lanjut.  Beberapa langkah yang saya lakukan saat saya ingin menekuni sesuatu setidaknya ada tiga. Pertama saya mencoba untuk mencari tahu kesukaan saya dan seberapa kadar kesukaan saya terhadap suatu aktivitas tertentu. Saya coba bongkar-bongkar 'harta karun' yang saya punya di lemari. Kebanyakan adalah barang yang saya buat dengan tangan sendiri dan saking excited -nya saya simpan dalam jangka yang panjang. Saya pilah dan pilih barang mana yang masih berkesan dan memiliki happiness value buat saya. Sambil nostalgia saya coba ingat dan menata kembali barang-barang yang saya miliki di dalamnya. (Ceritanya ini

Mencari Diriku Sendiri

Tantangan 10 Hari Level 7 IIP ini sungguh membuat cukup baper :" karena masih nyambung dengan apa yang sedang saya galaukan beberapa waktu lalu hingga kini. Meskipun begitu, saya mencoba untuk meyakinkan diri bahwa inilah hal yang membuat mata saya berbinar saat mengerjakannya. Memotivasi orang lain dengan caraku sendiri. Beberapa tahun, saya sempat kebingungan untuk memilih jurusan yang akan saya targetkan sebagai tempat saya berkuliah S1. Impian menjadi dokter pun jadi sangat jauh dari kata realistis menimbang diriku saat itu yang terdistraksi dengan kesenangan berorganisasi. Nilai-nilai rapor yang sangat pas-pasan mengindikasikan bahwa saya harus bekerja sangat keras untuk dapat menuju ke target yang begitu tinggi. Saya memilih untuk mengambil pilihan alternatif, yaitu psikologi. Lupa sih tepatnya kenapa bisa kepikiran. Waktu itu saya sedang menggeluti suatu peran dimana saya lebih banyak dituntut memotivasi orang lain. Bahkan pernah terpikir ingin jadi motivator , lol. T