Cuap-cuap tentang Teman

Selama ini saya menyadari, hidup di keluarga yang banyak introvertnya akan berpengaruh terhadap kepribadian saya juga. Ketika sudah mengenal psikologi dan tetek bengek psikotes jadi semakin paham kalau teman-teman saya pun kebanyakan introvert. Rasanya, hmm, ternyata mirip ya, pantesan kok nyambung gitu ngobrolnya. Sama-sama lebih suka ngobrol dengan suara pelan dan face to face, nggak rame-rame. Hobinya pun sama, lebih banyak ndekem di satu tempat yang sepi dan nggak banyak orang, seperti di rumah. Saya berpikir, saya butuh cara untuk mengisi makna hidup supaya lebih berwarna dan berguna. Saya harus belajar berbicara di depan orang banyak dimana saya selalu merasa tertekan dan cemas. Sebab, itu adalah tantangan yang akan membuka kesempatan saya bertemu dengan orang banyak dan mengambil peran lebih banyak. Saya berusaha keluar dari zona nyaman dengan bergaul lebih luas lagi.

Lebih tepatnya, saya memutuskan untuk bergabung di organisasi dan komunitas. Sangat tidak nyaman ketika harus mengenal kakak kelas, orang-orang superior yang terlihat angkuh -padahal cuman on stage aja angkuhnya haha, aslinya mah buaikk pol-. Belum lagi bertemu teman-teman yang suka show off, heu. Saya cuman bisa diam dan mengamati sambil mengikuti serangkaian arahan senior. Sampai akhirnya, saya benar-benar dipaksa untuk bicara. Entah secara langsung di depan umum atau melalui cara-cara yang amat halus tapi mematikan, seperti jabatan.

Tanpa terasa, saya jadi lebih banyak ngobrol dan mengenal berupa-rupa orang. Mulai dari yang polos-polos sampai yang hidupnya penuh drama. Mulai yang sehari-harinya berangkat sekolah langsung pulang dan belajar lalu besok berangkat lagi, sampai yang banyak bolosnya atau lebih banyak kelihatan sibuk kepanitiaan ketimbang ikut pelajaran. Dari yang hidupnya linier: sekolah-kuliah-kerja, sampai yang idealis: belajar-mengabdi untuk bangsa.

Meski sudah kenal banyak orang, sampai beberapa tahun silam saya tidak punya teman yang benar-benar dekat. Hingga saya tahu bahwa ada orang-orang unik di sekitar. Orang-orang yang bisa dijadikan panutan dalam berteman. Mereka begitu atraktif sampai saya kaget bisa-bisanya saya -yang jauh dari atraktif- berkenalan dengan mereka. >.<

Meski kebanyakan dari teman saya introvert, saya tetap bersyukur karena Allah SWT memberikan kesempatan untuk berteman dekat dengan beberapa esktrovert (menurut saya sih ini kesempatan langka). Nggak cuman dari kepribadian, tapi juga ras, Gresik, Lamongan, Trenggalek, (haha itu mah kabupaten, gimana sih ini mulai error). Juga kepercayaan: ada tidaknya dinosaurus, sejarah sihirnya Harry Potter vs dukun lokal, dan sebagainya. Semakin banyak perbedaan justru semakin membuat pertemanan menggairahkan semangat belajar dan berbagi dengan semua kalangan :)

Pokoknya, walau tidak pernah jelas obrolannya, saya bangga bisa berteman tanpa batas dan membangun hubungan yang seru dan positif untuk masa depan.

Maafkan postingan separuh curhatan ini :(
Semoga hari berikutnya lebih bermanfaat...

Comments

Popular posts from this blog

Onomatopoeia: Ekspresif dalam Kosakata

Dimulai dari Sampah di Depanmu

Kemandirian Hari ke 3