Tantangan 10 Hari Komunikasi Produktif: Hari 1

Alhamdulillaah.....

Allah Subhanahu Wa Ta'ala selalu mendengar doa-doa hamba-Nya.. Terutama yang sedang bingung dan senantiasa memohon petunjuk-Nya. Ketika saya sempat bimbang antara melanjutkan kelas IIP atau tidak di jenjang Bunda Sayang (karena predikat singlelillah kadang membuat maju mundur belajar materi ginian, mana belum jadi bunda2 --"), akhirnya Allah memantapkan hati saya. Bismillaah, niatnya buat belajar entah terpakai atau tidak nantinya, Lillaahi Ta'ala.

Materi pertama langsung menohok saya: membahas tentang komunikasi produktif. Ya Allah, ini kelemahan saya bangets. Terkadang saya masih suka sembunyi dan mengelak dari konflik yang berhubungan dengan hal ini karena terjebak di zona nyaman di dunia saya sendiri. Saya paling nggak suka ribut sama orang dan interaksi lisan juga jarang kecuali kalau ada perlu atau terpaksa. Masih sering miskomunikasi juga. Parah banget ya kayaknya. Tapi saya sendiri terlihat begitu tenang bagi orang lain, ramah dan senang mendengarkan curhatan teman-teman (padahal sebenarnya nggak kuat).

Bahayanya kalau yang saya alami ini dibiarkan terus menerus akan meledak sebagai bom waktu karena ekspresi atau emosi yang tidak tersalurkan dengan baik serta pesan yang sebenarnya tidak tersampaikan. Walaupun begitu, saya mencoba untuk memahami perlunya dan bagaimana sesungguhnya komunikasi yang baik. Saya butuh waktu lama sekali untuk memilih poin tantangan pertama yang akan saya uji di sepuluh hari ini. Saya niatkan sekali lagi ini demi masa depan yang lebih baik.

Dan... yak, saya memilih clear and clarify. Berhubung belum ada anak yang bisa saya ajak dalam tantangan ini, saya pilih komunikasi pada orang dewasa (alias dengan orangtua) di hari pertama.

Hasilnya......
Saya berdiskusi lebih banyak sejak beberapa waktu terakhir ini. Saya membahas apa saja yang sedang saya alami ataupun kejadian di sekitar dan sambil menyinggung hal yang lebih pribadi. Oh iya, bagi saya ruang privat adalah hal yang wajib ada dalam hidup saya :" Mungkin teman-teman tidak masalah untuk membagi cerita terdalam dalam hidupnya kepada orang lain dan mudah saja untuk membahas masalah pribadi, tapi tidak untuk saya. Saya butuh alasan kuat untuk mempercayai orang yang akan jadi partner cerita saya. Terkadang perlu persiapan yang panjang untuk menyampaikan satu hal saja, yang tentunya penting dan bukan remeh-temeh.

Saya mencoba menyampaikan kritik dan saran dengan cara mengungkapkan apa yang saya rasakan dan pikirkan di tengah cerita mengenai sesuatu kepada orangtua. Saya mengajak mereka untuk berempati dengan orang yang menjadi objek cerita. Kadang saya beritahukan harapan yang saya miliki untuk mereka dengan jelas (Clear).

Misalnya,

"Kalau balas chat di whatsapp jangan disingkat, Pa. Biar yang baca jadi paham maksudnya."

Kadang saya perlu berpikir sejenak baru kemudian menjelaskan sesuatu supaya lebih mudah dimengerti. Hal ini ternyata lebih baik daripada langsung bicara dan berpikir bahwa orang lain harusnya sudah paham. Yah, meskipun beberapa waktu ada masa gagalnya tetapi setidaknya sudah berupaya. Alhamdulillaah :)

Tetap semangat!

Comments

Popular posts from this blog

Kemandirian Hari ke 3

catatan keuangan

2: Caraku Memandang Dunia Tak Lagi Sama