Hari ke-4: Meresapi Tiap Bacaan

Saya tidak tahu sebenarnya apakah apa yang saya lakukan terhadap buku-buku ini sudah tepat. Saya berusaha sebisa mungkin membeli buku yang asli (dan diskon) lalu segera menuliskan nama dan tanggal dibelinya supaya tidak lupa. Terkadang saya memberikan nama kota tempat dibelinya supaya makin berkesan. Ah iya, saya jadi teringat buku-buku saya yang hilang. Bahkan beberapa di antaranya adalah seri yang ada tandatangan penulisnya. Hiks. Makanya kadang saya menyesal sudah meminjamkan buku saya tanpa mencatat dan menagihnya. Tapi ya, sudahlah, diikhlaskan saja.

Saya suka memberikan makna tersendiri bagi setiap buku yang saya miliki. Entah dari ceritanya yang memang bagus sehingga saya baca berkali-kali, atau bahkan justru karena cara mendapatkannya yang unik yang membuat saya eman untuk merelakannya. Dulu, selain memberikan identitas dan tanggal pada buku, saya juga memberikan selotip pada ujung buku supaya lebih awet dan tidak mudah tertekuk. Tapi lama kelamaan, saya malas juga. Hehe. Akhirnya, saya lebih memilih membungkusnya langsung dengan plastik sampul buku yang rasanya lebih mantap (pas lagi niat).

Saya mencoba untuk mengingat momen saat pertama kali membaca buku-buku yang berkesan itu sambil mengkhayalkan ketika saya bisa membuat buku suatu saat nanti. Kalau mengingat saat asyik membaca, saya jadi membayangkan suasana yang syahdu diiringi rintik hujan dan segelas jeruk hangat sambil saya menikmatinya sendirian. Setiap ada 'panggilan' terasa saangat mengganggu waktu berharga seperti itu. Makanya, saat ini sangat sulit untuk mendapatkannya. Bahkan untuk sampai saat ini pun saya kesulitan untuk mencari waktu yang pas. Yah, tapi tetap saja, momen membeli buku baru, melepas plastiknya hingga membuka lembar demi lembarnya begitu sulit tergantikan.

Melihat buku-buku saya yang sangat lama, seperti Laskar Pelangi, buku tebal pertama saya yang bergenre novel fiksi, adalah aktivitas yang menyenangkan. Rasanya, ketika pertama kali menyelesaikan novel itu, perasaan hati saya campur aduk tetapi dominan bangga. Seperti habis menyelesaikan lari maraton lima kilometer. Bahkan saya masih ingat beberapa detail yang menampilkan keseruan dalam kisah Lintang, dkk itu. Bawaannya jadi nostalgia nih, hehe

Saya berharap sih perasaan saya terhadap buku-buku ini tidak pernah berubah. Selalu siap untuk menangkap berbagai kejutan dan hanyut bersama alurnya hingga sampai di seluas samudera hikmah.

Comments

Popular posts from this blog

Onomatopoeia: Ekspresif dalam Kosakata

2: Caraku Memandang Dunia Tak Lagi Sama

Dimulai dari Sampah di Depanmu