hari ke-11: Mencari Esensi

Merayakan sesuatu jadi terasa penting abad ini. Semula mungkin memang ada pencapaian yang perlu disyukuri dengan berbagi kebahagiaan, tetapi agaknya semakin ke sini semakin ritual semata.

Seperti yang sedang ramai dikunjungi netizen, galeri instagram. Bergantian bagai musim, perayaan demi perayaan digambarkan dalam kotak-kotak foto. Ada yang memilih untuk mengabadikan momen perayaan dengan mengunggah wajah bahagia dengan bunga di tangan dan di samping teman-teman seraya berpelukan, sambil diberi kutipan sebagai captionnya. Dilengkapi dengan video dan gaya foto bumerang. Ada pula yang menata hadiah sedemikian rupa hingga di foto terlihat betapa banyak yang begitu ingin ikut berbahagia dengannya.

Saya pernah membaca sebuah buku tentang Happiness project, sebuah buku kuning biru yang cerah ceria seperti judulnya. Terasa begitu menyenangkan karena kita dibuatnya keluar dari rutinitas dan lebih banyak mengasah kreativitas. Ternyata, kebahagiaan dapat dicari dari hal-hal yang sangat dekat dengan diri kita sendiri. Tetapi, apa benar dengan mengunggah selebrasi di media sosial itu bisa jadi satu cara untuk merayakan kebahagiaan yang hakiki?

Sebenarnya semua kembali pada niat di dalam hati. Kalau kita kembali lagi ke niat awal, masih ingatkah kita akan alasan di balik apa yang kita lakukan? Apakah sekedar mencari sebanyak-banyak pujian semu berupa likes dan juga followers?

Kalau kata Tasaro GK, ia muak dengan simbol-simbol seperti emoticon yang bisa saja tidak mencerminkan maksud sebenarnya. Bisa saja seseorang memberikan tanda hati atau emoticon senyum padahal ia sebenarnya tidak suka. Lebih baik menggunakan kata-kata yang jelas bermakna dan lebih kaya daripada sebatas memilih simbol yang kadang bertolak belakang dengan apa yang ada di dalam hati dan pikiran seseorang.

Comments

Popular posts from this blog

Onomatopoeia: Ekspresif dalam Kosakata

2: Caraku Memandang Dunia Tak Lagi Sama

Dimulai dari Sampah di Depanmu