Menilai diri dan orang lain

Pernah mendengar tentang standar ganda?

Terkadang kita dengan mudahnya menilai orang lain salah karena kita merasa dia tidak berada di pihak kita. Hanya karena pilihan yang berbeda, kita menggeneralisasi penilaian kita pada orang lain berdasarkan perbedaan itu. Padahal, itu justru bisa merusak logika berpikir kita. Kita jadi mengandalkan standar ganda, kalau aku dan kelompokku benar apapun alasannya, kalau dia dan kelompoknya pasti salah, meskipun ada bagian benarnya. Pokoknya salah!

Nah, ini yang membuat pikiran semakin tidak jernih memandang suatu hal. Kita perlu memperbaiki mindset diri kita untuk tidak salah berlogika. Mungkin kita masih ingat dengan soal logika berikut ini:

A>B
B>C

A>C?

(jika A maka B, jika B maka C. Nah, apakah berarti jika kondisi A maka terjadi C?)

Masih bingung? Coba kita perhatikan contohnya saja.
Jika Ibu memasak, maka Ayah senang. Jika Ayah senang, maka anak diajak jalan-jalan. Apakah jika Ibu memasak, maka anak diajak jalan-jalan?

Dalam bentuk logika yang lain, misalnya, 
Ada seorang anak sekolah X yang nakal. Si A adalah anak sekolah X.
Apakah boleh menyimpulkan bahwa Si A adalah anak yang nakal?

Pastinya, harus dicek dulu, memangnya anak sekolah X yang nakal yang dimaksud itu adalah A?
Lalu apakah jika ada seorang anak sekolah X yang nakal maka semua anak di sekolah X berarti nakal?

Kita harus hati-hati sekali menyimpulkan hal ini. Pun ketika menghadapi orang lain dengan sudut pandang yang berbeda. Kita perlu memperluas pandangan dan mengontrol diri untuk tidak mudah melontarkan label atau sebutan pada orang lain hanya karena satu hal saja. Meskipun sulit, saya yakin kita bisa melatih diri untuk berlogika dengan baik dan lebih melebarkan toleransi terhadap perbedaan yang membuat kita jadi lebih bijak menilai sesuatu :)

Comments

Popular posts from this blog

Onomatopoeia: Ekspresif dalam Kosakata

2: Caraku Memandang Dunia Tak Lagi Sama

Dimulai dari Sampah di Depanmu