Melubangi Jalan Buntu (2-akhir)

Kejenuhan dan kelelahan mental lebih banyak menyerang generasi milenial yang kebanjiran informasi. Tuntutan untuk serba cepat dan multitasking membuat manusia zaman sekarang jadi lebih cepat capek. Belum lagi nggak punya waktu buat olah raga dan kehidupan sebagian dihabiskan di depan layar gawai (gadget). Beberapa hal di bawah ini mungkin bisa membantumu untuk menjadi 100% lagi dan nggak buntu di tengah perjalanan.

1. Mengambil jarak dari keriuhan
Oke banget kalau kamu merasa canggih dan sangat terbantu urusan hidupmu dengan terkoneksi internet selalu. Namun, kamu juga perlu mengatur waktu supaya pikiranmu tidak 'penuh' terjejali oleh informasi di internet. Tak jarang orang menjadi nomophobia atau fobia jauh dengan telepon genggam atau gawai karena tidak mau ada satupun informasi terlewatkan. Caranya supaya tidak sampai terjangkit fobia semacam itu, kamu bisa memberikan waktu khusus untuk berselancar di internet di jam tertentu. Selebihnya, gunakan waktu untuk berefleksi, membaca buku teks, menulis, melukis, memotret, atau membuat sesuatu yang tidak memerlukan kuota internetmu.

2. Mencoba hal yang berbeda
Bisa jadi hal yang membuat dirimu suntuk dan krisis ide adalah rutinitas. Kamu tidak belajar hal baru karena kamu hanya mengulang-ulang apa yang kamu kerjakan tanpa memaknainya. Coba kamu ambil sudut pandang baru dengan mengubah caramu melakukan suatu hal. Misalnya, kamu biasa mekamu terbiasa sehabis bangun tidur langsung mengambil telepon genggam dan mengecek timeline. Mulai nanti malam coba letakkan telepon genggam jauh di seberang tempat tidur. Lalu letakkan buku sebagai penggantinya. Atau kamu yang biasanya bekerja di depan laptop sekali-kali bisa mencoba merajut. Nggak nyambung dan aneh? Why not? Namanya juga mencoba hal baru. Membuka peluang adanya insight pada diri kita. Siapa tahu ternyata ada kelebihan lain yang tidak kita ketahui sebelumnya.

3. Mengobrol dengan anak kecil dan mendengarkan cerita orang lansia
Orang bilang untuk menjadi bijak bisa dimulai dari hal sederhana, yakni mendengarkan. Tapi bukan sembarang mendengar lho. Mendengarkan secara aktif akan membuat kita lebih mudah memahami pesan yang disampaikan orang lain. Nah, kenapa anak kecil dan orang lansia? Sebab, mereka berada di fase kehidupan yang unik. Ketika anak kecil berbicara, ia akan lebih jujur dan terbuka serta mudah untuk memaafkan. Sangat berbeda dengan orang dewasa yang secara umum lebih menjaga image dan fokus pada masalah. Anak-anak lebih bisa memunculkan ide-ide lucu dan kreatif daripada orang dewasa yang sudah terpatri oleh aturan di pikirannya. Sedangkan, orang lansia dapat membagikan pengalaman mereka kepada kita yang lebih muda agar belajar arti sukses dan makna kehidupan. Mereka biasanya jauh lebih reflektif ketimbang kita yang kadang pragmatis memandang kehidupan.

Jalan yang kita lalui tak selalu mulus dan bebas hambatan. Justru di situlah kita akan menemukan diri kita sebenarnya dan menjalankan peran sebagai sebenar-benar manusia.

Semangat!

Comments

Popular posts from this blog

Onomatopoeia: Ekspresif dalam Kosakata

2: Caraku Memandang Dunia Tak Lagi Sama

Dimulai dari Sampah di Depanmu